header cah kesesi ayu tea

STOP Bullying Penderita Kusta dan Penyandang Down Sindrome

Menjadi orang yang pernah menderita penyakit atau kelainan fisik maupun kelainan mental seringkali menjadi obyek bullying maupun penghinaan orang-orang sekeliling. Bahkan yang paling parah seseorang yang menderita penyakit akan diusir dan dikucilkan oleh masyarakat. Hal ini seringkali terjadi karena kurangnya pengetahuan serta edukasi masyarakat atas berbagai penyakit yang diderita seseorang. Diantara yang sering mendapatkan diskriminasi dalam masalah ini adalah seorang disabilitas dimana diantara penyebabnya adalah penyakit kusta.

Harus kita akui bersama kurangnya edukasi serta pemahaman yang sering keliru ditambah tingginya stigma negatif yang dialamatkan kepada penyandang disabilitas mengakibatkan semakin kecilnya kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk berperan dalam pe nimbangunan di masyarakat. Bukan hanya seorang penderita kusta saja yang sering mendapatkan stigma negatif di masyarakat, penyandang disabilitas down syndrome juga kerap kali mendapatkan stigma buruk bahkan sering dianggap sebagai orang dengan gangguan kejiwaan yang sering dikucilkan masyarakat umum.

Berawal adari hal itulah, dibutukan edukasi serta kampanye stop bullying terhadap penderita kusta dan juga penyandang down syndrome. Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh Mbak Uswatun Khasanah dimana beliau merupakan salah satu perempuan dengan label  Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Dalam Talkshow Ruang Publik KBR yang tayang pada 30 Maret 2022 di channel Youtube KBR mbak Uswatun mengatakan bahwa kusta merupakan penyakit yang menyerang pada saraf kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae. Kusta sendiri sebenarnya merupakan penyakit yang bisa menular melalui sentuhan kulit dengan periode yang lama dengan pengidap kusta dan juga bisa menular melalui udara. 

Mengenal Kusta

Kusta atau dikenal juga sebagai penyakit lepra adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, serta saluran pernapasan. Kusta atau lepra dikenal juga dengan nama penyakit Hansen atau Morbus Hansen. Penyakit ini biasa ditandai dengan rasa lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki, bisa juga ditandai dengan munculnya bercak-bercak di kulit. Kusta sendiri disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang penyebarannya adalah melalui ludah atau dahak yang keluar saat batuk atau bersin.

Selain itu ada faktor lain yang bisa menyebabkan terjadinya kusta diantaranya adalah bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta yaitu hewan penyebar bakteri kusta seperti armadillo atau simpanse, menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta dan atau memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh. Faktor-faktor tersebut hendaknya dihindari agar kita tidak terjangkiti penyakit kusta.

Namun, yang perlu menjadi catatan adalah bahwa penyakit ini bisa menular kepada orang lain jika terjadi kontak dengan penderita kusta dalam jangka waktu yang lama. Namun jika hanya bersama dalam waktu sebentar, bahkan jika dengan bersalaman, duduk bersama bahkan dengan berhubungan seksual pun jika hanya dalam waktu singkat maka tidak akan tertular penyakit kusta. Sehingga dalam kondisi demikian, jika ada di sekitar kita penderita kusta tidak harus dikucilkan dari masyarakat.

Namun jangan kuatir, karena penyakit ini bisa sembuh kok, asal rutin berobat di rumah sakit atau minimal di puskesmas maka penyakit ini bisa diobati dan penderitanya bisa sembuh. Harus diakui jika ingin sembuh dari kusta membutuhkan waktu yang relatif lama untuk pengobatan minimal 6 bulan untuk jenis kusta kering. Hal itu sebagaimana yang diungkapkan oleh mbak Uswatun bahwa beliau melakukan pengobatan selama 1 tahun (12 bulan) karena beliau mengidap kusta jenis basah. Beliau melakukan pengobatan  di Puskesmas dan gratis lhoo.

Mengenal Down Syindrome.

Apa itu down syindrome dan apa penyebabnya serta bagaimana stigma masyarakat terhadap penyandang down syndrome? dr. Oom Komariah, M.Kes (Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia (HDSD)), dalam sebuah Talkshow Ruang Publik KBR yang tayang pada 30 Maret 2022 di channel Youtube KBR dengan mengambil tema “Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara” mengatakan bahwa mungkin banyak dari kita sudah dengar down syindrome itu apa dan seperti apa? Namun belum banyak orang mengerti dengan baik dan benar seperti apa sebenarnya down syindrome itu sendiri.

Lebih lanjut dr. Oom Komariah menambahkan bahwa 

"kalau zaman dahulu seringkali down syndrome lebih lekat dengan penyakit kejiwaan, ada yang bilang idiot, tidak bisa apa-apa, sehingga para orang tua yang memiliki anak down syndrome relatif menarik diri dari proses sosialisasi di masyarakat. Hal itu diperparah dengan tenaga kesehatan yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup baik tentang down syndrome sehingga mengakibatkan orang tua menerima penjelasan yang keliru tentang anak down syndrome."

Bukan hanya itu saja karena kurangnya pemahaman tentang down syndrome banyak orang tua bahkan keluarga sendiri akhirnya tidak menerima kehadiran anak penyandang down syndrome. Dampaknya apa, anak dengan down syndrome biasanya akan disembunyikan, tidak mendapatkan panangan dini, serta akan mendapatkan stigma negatif baik dari keluarga sendiri dan juga masyarakat pada umumnya. Bahkan tak jarang orang tua yang memiliki anak dengan down syndrome akan dijauhi saudara, keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Untuk menghindari hal-hak tersebut di atas, maka alangkah baiknya kita lebih  jauh lagi belajar tentang apa itu down syndrome, penyebab dan bagaimana cara menanganinya? Down syndrome kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas. Gejala down syndrome bisa ringan atau berat, bahkan dapat menyebabkan penyakit jantung.

Penyebab dan Jenis Down Syndrome

Penyebab terjadinya down syndrome adalah ketika ada satu salinan ekstra dari kromosom 21. Down syndrome sendiri terbagi dalam tiga jenis, yaitu: pertama, Trisomi 21 (jenis down syndrome yang paling sering terjadi,. jenis ini setiap sel tubuh memiliki salinan ekstra kromosom 21). Kedua, Mosaik (salinan ekstra dari kromosom 21 hanya menempel di beberapa sel sehingga ciri-ciri down syndrome pada penderita jenis mosaik tidak terlalu terlihat jelas seperti pada trisomi 21). Ketiga, Translokasi (salinan ekstra dari kromosom 21 menempel di kromosom lain. jenis translokasi ini dapat diturunkan dari orang tua ke anak).

Meminimalisir Stigma

Memiliki penyakit kusta maupun penyandang down syndrome hingga hari ini masih sering mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Lalu bagaimana caranya agar stigma terhadap penderita maupun penyintas kusta dan penyandang down sindrome bisa diminimalisir?. Satu diantaranya sudah barang tentu dengan memberikan edukasi kepada masyarakat luas tentang kusta dan down syndrome melalui seminar, takshow, kampanye, maupun melalui berbagai tulisan baik lewat media massa maupun media elektronik. Lebih jauh lagi yaitu edukasi dan kampanye melalui media sosial.

Dari sanalah hendaknya stakeholder terkait baik itu praktisi kesehatan, orang tua, masyarakat, serta pihak-pihak yang concern di bidang tersebut bisa memanfaatkan media khususnya media sosial (Whattshap, Instagram, telegram, facebook, twitter, youtube, dan lain sebagainya ) tersebut bisa memanfaatkan sebagai sarana untuk memberikan edukasi dan pemahaaman yang baikd an benar tentang kusta dan juga down syndrome.

Tak kalah pentingnya lagi, dukungan orang-orang sekitar bagi penderita kusta maupun penyandang down syndrome sangat penting sekali, mengingat mereka orang terdekat yang bisa memberikan semangat dan memberikan bantuan bagi para penderi kusata dan penyandang down syndrome. Jangan sampai orang-orang terdekat tersebut justru sebagai pihak pertama yang memberikan stigma kepada mereka. Jika orang terdekat bisa menerima mereka (penderita kusta dan down syndrome) maka masyarakat lambat laun juga akan dapat menerima keberadaan mereka.

Selain itu, membentuk komunitas yang berkaitan dengan kusta dan juga down syndrome sangat penting sekali. Karena biasanya melalui wadah inilah para penderita maupun penyintas kusta ataupun keluarga penyandang down syndrome akan lebih terbuka dalam belajar mengenai masalah-masalah yang mereka hadapi karena bersama orang-orang yang memiliki nasib yang sama.

Tak kalah  pentingnya lagi adalah dukungan dari pemerintah dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi bagi penderita kusta dan penyandang disabilitas down syndrome. Peran pemerintah disini sangat vital dalam memberikan aturan dan kepastian hukum terhadap pihak-pihak yang sering memberika stigma negatif terhadap penderita kusta dan penyandang down syndrome. Adanya peran serta semua pihak diharapkan diskriminasi terhadao penderita maupun penyintas kusta serta diskriminasi terhadap penyandang down syndrom di Indonesia bisa sedikit demi sedikit hilang. Semoga !

Noorma Fitriana M. Zain
Noorma Fitriana M. Zain, seorang Ibu Rumah Tangga dengan dua anak perempuan yang cantik, hobby menulis dan berselancar di dunia maya, Ia berasal dari Kesesi - Pekalongan, dan kini domisili di Semarang. Lulusan Pascasarjana Unnes ini bercita-cita ingin menjadi Abdi Pendidikan yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Amin

Related Posts

There is no other posts in this category.

Post a Comment