Widih, judul postingannya ngeri, ya! Kebetulan tema arisan ke 16 Blogger Gandjel Rel mengenai guru, sekalian saja saya curhat tentang jeritan guru honorer. Beberapa blogger Semarang juga ada yang menjadi guru honorer, pun dengan suami saya. Berangkat dari curhatan seorang guru honorer yang butuh ‘keadilan’. Postingan ini saya persembahkan untuk mbak Relita (www.realitarelita.com) dan mbak Yuli (www.yuliarinta.com)
Guru Honorer Butuh Keadilan
Honorer Mumet”, itulah kiranya gambaran nyata nasib para guru honorer hingga saat ini, apalagi bagi mereka yang saat ini berada di daerah terpencil dan wilayah pedalaman Indonesia, nasib mereka tentu sangat memprihatinkan. Dengan hanya mengandalkan gaji dibawah 500 ribu rupiah/bulan, mereka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin bertambah banyak.
ilustrasi, gambar ambil dari google :) |
Bukan hanya “mumet” dalam mencukupi kebutuhan hidup, guru honorer juga dituntut untuk selalu bekerja secara profesional dalam mendidik anak-anak di sekolah. Hal itu jelas sangat kontradiktif dengan apa yang seharusnya menjadi hak mereka, yaitu kesejahteraan yang cukup. Pemerintah dalam hal ini jelas tidak memiliki nurani, mereka hanya bisa menuntut supaya guru (honorer) dapat melakukan kewajiban (mengajar) secara profesional, tetapi tidak memberikan hak-haknya secara proporsional.
Kunci dari semua masalah yang dihadapi oleh guru honorer adalah rendahnya kesejahteraan (gaji) yang mereka terima. Sehingga sangat wajar ketika saat ini guru honorer sering menuntut agar segera diangkat menjadi pegawai negeri sipil, mengingat gaji PNS (guru) saat ini bisa dikatakan lebih dari cukup. Apalagi bagi mereka yang sudah masuk golongan Pembina (IVA) dan sudah lulus sertifikasi, tentu gaji yang mereka terima berlipat ganda. Ditambah lagi saat ini di beberapa daerah juga menerapkan program Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi PNS tak terkecuali guru. Dengan demikian kesejahteraan guru PNS bisa dibilang lebih dari cukup.
Jurang kesenjangan yang terjadi antara guru honorer dan guru PNS soal gaji yang diterima tentu dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Dengan tugas dan tanggungjawab serta kewajiban yang sama, namun dengan hak yang berbeda terlalu jauh jelas dapat mendatangkan iri hati. Bukan bermaksud menuntut agar gaji guru honorer disamakan dengan guru PNS, tetapi pemerintah harus bisa menghargai jasa guru honorer secara profesional dan proporsional.
Kunci dari semua masalah yang dihadapi oleh guru honorer adalah rendahnya kesejahteraan (gaji) yang mereka terima. Sehingga sangat wajar ketika saat ini guru honorer sering menuntut agar segera diangkat menjadi pegawai negeri sipil, mengingat gaji PNS (guru) saat ini bisa dikatakan lebih dari cukup. Apalagi bagi mereka yang sudah masuk golongan Pembina (IVA) dan sudah lulus sertifikasi, tentu gaji yang mereka terima berlipat ganda. Ditambah lagi saat ini di beberapa daerah juga menerapkan program Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi PNS tak terkecuali guru. Dengan demikian kesejahteraan guru PNS bisa dibilang lebih dari cukup.
Jurang kesenjangan yang terjadi antara guru honorer dan guru PNS soal gaji yang diterima tentu dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Dengan tugas dan tanggungjawab serta kewajiban yang sama, namun dengan hak yang berbeda terlalu jauh jelas dapat mendatangkan iri hati. Bukan bermaksud menuntut agar gaji guru honorer disamakan dengan guru PNS, tetapi pemerintah harus bisa menghargai jasa guru honorer secara profesional dan proporsional.
Jelas sangat ironis hingga saat ini masih banyak guru honorer yang telah mengabdi selama 10-20 tahun, akan tetapi hanya menerima gaji dibawah 500 ribu/bulan. Hal itu kalah jauh dengan para buruh pabrik yang gajinya selalu mengikuti standar upah minimum regional (UMR) suatu daerah. Padahal UMR setiap daerah diatas 500 ribu/bulan bahkan ada yang lebih dari 1 juta/bulan. Hal tersebut jelas sangat menyakitkan hati guru honorer.
Tidak Adil
Yang lebih mengiris hati para guru honorer saat ini adalah hampir setiap tahun ada kenaikan gaji bagi PNS. Belum lagi bagi guru PNS juga ada gaji ke 13 dan berbagai tunjangan lainnya. Meskipun saat ini era pemerintahan Jokowi gaji PNS tidak dianaikkan, akan tetapi diganti dengan gaji ke 14 hal tersebut tentu membuat guru honorer semakin merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Keadaan yang demikian jelas menggambarkan ketidakadilan. Ibarat dalam sebuah keluarga, guru PNS dianggap sebagai anak kandung pemerintah sedangkan guru honorer hanya dianggap sebagai anak tiri. Sehingga pemerintah memperlakukan secara tidak adil para guru honorer. Nasib yang saat ini diterima oleh guru honorer akan lebih tragis lagi jika ternyata tuntutan mereka dimentahkan oleh pemerintah.
Tidak Adil
Yang lebih mengiris hati para guru honorer saat ini adalah hampir setiap tahun ada kenaikan gaji bagi PNS. Belum lagi bagi guru PNS juga ada gaji ke 13 dan berbagai tunjangan lainnya. Meskipun saat ini era pemerintahan Jokowi gaji PNS tidak dianaikkan, akan tetapi diganti dengan gaji ke 14 hal tersebut tentu membuat guru honorer semakin merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Keadaan yang demikian jelas menggambarkan ketidakadilan. Ibarat dalam sebuah keluarga, guru PNS dianggap sebagai anak kandung pemerintah sedangkan guru honorer hanya dianggap sebagai anak tiri. Sehingga pemerintah memperlakukan secara tidak adil para guru honorer. Nasib yang saat ini diterima oleh guru honorer akan lebih tragis lagi jika ternyata tuntutan mereka dimentahkan oleh pemerintah.
Ketidakadilan pemerintah dalam memperjuangan nasib guru honorer semakin terlihat manakala banyak kebijakan dibuat untuk kepentingan guru yang berstatus PNS, sedangkan kebijakan yang memihak nasib guru honorer belum begitu terlihat. Hal itu dibuktikan dengan rancangan peraturan pemerintah (PP) soal pengangkatan guru honorer menjadi calon PNS yang jadi dasar hukum pengangkatan belum juga disetujuan oleh DPR sehingga pemerintah juga belum bisa mengambil kebijakan yang berpihak kepada nasib guru honorer di seluruh Indonesia.
Wajar adanya jika kemudian para guru honorer menjadi sangat resah karena janji pemerintah untuk memberi status guru PNS bagi pendidik yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun ini tidak juga terealisasi. Ada kekhawatiran lebih dari para guru honorer yang sudah didata tapi tidak diangkat justru diputuskan hubungan kerjanya oleh pihak sekolah dimana mereka mengabdi.
Oleh sebab itulah akan lebih bijak jika saat ini pemerintah mau membuka hati nurani untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang pengangkatan guru honorer menjadi PNS. Jika tidak diangkat menjadi PNS, maka pemerintah harus bisa memberikan kesejahteraan yang layak kepada para guru honorer. Dengan honor yang layak, diharapkan guru honorer di seluruh Indonesia akan lebih fokus dalam mengajar dan mendidik generasi penerus bangsa, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Guru merupakan salah satu stakeholder pendidikan paling utama untuk memajukan pendidikan nasional. Namun semua itu akan bisa terwujud manakala kesejahteraan yang diterima guru sepadan dengan tugas dan tanggungjawab mereka dalam mencerdaskan kehidupan anak-anak di negeri ini. Terutama kesejahteraan guru-guru honorer di seluruh nusantara yang hingga saat ini masih bisa dibilang masih dibawah standar layak. Oleh sebab itulah pemerintah diharapkan segera membuat kebijakan terbaik untuk para goro honorer agar kesejahteraan mereka menjadi lebih baik. Harapannya agar guru honorer bisa menjalankan tugasnya dengan nyaman, penuh semangat dan ikhlas karena kesejahteraan hidupnya telah dijamin oleh pemerintah. Selamat Hari Guru, Jasamu Tak Akan Pernah Bisa Terbalas.
Post a Comment
Post a Comment