mading di pesantren (gambar minta dikirim oleh mas Haris) |
Mading atau majalah dinding mulai saya kenal waktu saya masih mengenyam pendidikan jenjang SMP sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Modern Daaru Ulil Albaab Tegal. Waktu itu saya menjadi salah satu pengurus yang bertugas untuk mengumpulkan karya teman-teman. Isi madding sendiri terdiri dari berbagai rubrik, seperti rubrik opini, sastra, dan profil serta rubrik lainnya.
Saya sendiri merupakan angkatan kedua Pondok Daaru Ulil Albaab, tetapi untuk masalah mading sendiri merupakan produk dari angkatan pertama. Karena santrinya waktu itu masih sedikit. Jadi, mading yang pertama kali dipajang adalah hasil karya dua angkatan sekaligus dari santri dan santriwati PPM DUA. Bahasa yang digunakan
dalam mading pun masih campur-campur. Ada yang berbahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa
Indonesia. Kenapa dengan menggunakan
banyak bahasa? Karena PPM Daaru Ulil Albaab sendiri memang pesantren
Bilingual sehingga karya jurnalistik
yang dihasilkan oleh santrinya juga menggunakan multi bahasa.
Hasil produk saya dan teman-teman memang masih ala-ala anak SMP jaman dulu, sehingga sangat wajar kalau masih banyak kekurangan di
sana-sini. Tidak seperti mading hasil karya anak sekolah jaman sekarang yang
semakin kesini semakin kreatif dan bagus-bagus. Tapi, satu hal yang harus menjadi catatan bahwa kami semua (para anggota) tetap semagat dalam membuatnya. Salah satu karya saya sendiri yang
sering nongol di mading pondok adalah puisi. Saya dulu memang dikenal mahir dalam
membuat puisi. Meski faktanya saat ini kepandaian saya dalam merangkai kata-kata puitis
kian memudar. Terus
terang saya sekarang sudah tidak bisa menulis puisi lagi dengan baik. hihihi
Selain menulis, Saya juga pernah menghasilkan karya sastra berupa cerpen. Cerpen yang saya tulis semi-semi non fiksi, karena dulu tema cerpen
yang saya angkat
biasanya tentang kehidupan santri-santriwati
di pondok dengan berbagai romantika
hidupnya. Hihihi... Namun sayang, entah di mana cerpen saya itu sekarang, wong sudah belasan tahun yang lalu.
Sedangkan dalam rubrik profil,
biasanya kakak tingkat dulu nyuruhnya ngangkat profil pengasuh dan pendiri pesantren, dengan tujuan supaya santri yang belum mengenal para pengasuh dan pendiri pondok bisa lebih mengenalnya dengan membaca ulasan profil para pengasuh pondok melalui mading tersebut.
Bukan hanya terbatas menulis profil pengasuh pondok, kami dari pengurus
mading juga pernah mengangkat profil Dono Warkop, tepatnya saat Dono meninggal dunia. Tapi waktu booming kabar Sumanto yang kanibal itu,
kami tidak menulisnya. Hehehe karena kami juga takut. Lain lagi profil yang
selalu ditulis oleh salah satu teman saya, karena sangat menggemari film utamanya film Bollywood makanya dia sering
menulis profil actor dan actrist
Bollywood seperti Shah Rukh Khan, Kajool, dan lain sebagainya.
Begitulah cerita singkat tentang mading yang
pertama kali saya kenal dan sekaligus saya kerjakan bersama-sama teman saya di Pondok Pesantren Modern Daaru Ulil Albaab. Ada banyak sekali kenangan sekaligus ilmu
pengetahuan yang saya dapatkan dalam pembuatan mading tersebut.
Kalau kamu punya cerita apa tentang mading yang ada di sekolahan kamu?
Share yuk..
Post a Comment
Post a Comment