gambar pinjem liputan6 :D |
Memasuki akhir tahun 2015 yang lalu secara resmi persaingan pasar bebas di wilayah ASEAN dibuka. Itu artinya persaingan di bidang ekonomi antar negara di kawasan Asia akan semakin ketat. Negara yang memiliki visi dan misi serta sumber daya manusia terbaik tentu akan menjadi salah satu macan Asia. Sebaliknya negara yang memiliki sumber daya manusia lemah tentu akan sulit berkembang dan bersaing dengan negara-negara lainnya.
Lalu? Mampukan Negara kita, Indonesia, mampu bersaing dengan Negara lain? Jawabannya ada tergantung pada diri kita. Selama ini ketakutan dan ketegangan yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia, mungkin masyarakat di Negara lain pun demikian. Akan tetapi, mau tidak mau, suka tidak suka, ini harus bisa kita hadapi dengan bijak. Bagaimana caranya?
Salah satu yang bisa kita lakukan adalah berani berkompetisi dari segala macam bidang, baik ekonomi bidang perdagangan maupun bidang jasa yang kesemuanya berkaitan dengan profesi.
Sebenarnya, adakah dampak negatif dari MEA ini? Jawabannya tentu ada. Salah satu yang akan sangat dirasakan adalah banyaknya barang asing yang bisa bebas masuk ke dalam negeri. Lalu bagaimana solusi untuk menangkal masuknya barang asing tersebut? salah satunya yang bisa kita lakukan adalah dengan mencintai produk lokal, bukan hanya mencintai tetapi juga membeli sekaligus selalu menggunakan dan mengutamakan produk Indonesia. Yang kedua kita harus memperbaiki kualitas produk yang kita buat. Bila selama ini ada imej bahwa Indonesia banyak barang KW. Mungkin mulai saat ini kita harus bisa stop barang KW atau bajakan. Masyarakat sudah cukup cerdas kok. Tidak melulu membeli yang murah tetap tidak awet, melainkan bisa memilih yang yang berkualitas dan bisa bertahan lama.
Selain ekonomi yang kaitannya dengan perdagangan seperti yang saya contohkan di atas, ada juga jasa di mana kaitannya dengan profesi seseorang. Misalnya, petani yang didatangkan dari negara tetangga yang secara skill lebih baik dari masyarakat lokal. Dengan kata lain, dampaknya bisa menjadikan petani di Indonesia menjadi pengangguran. Atau supir taxi yang didatangkan dari negara lain, di mana mereka bisa menguasai bahasa asing. Sehingga kemampuan berkomunikasinya melebihi supir lokal yang tidak banyak menguasai bahasa asing.
MEA ini tidak selalu berdampak negatif, bahkan akan hilang dampak negatif itu mana kala masyarakat mampu mengikuti alur dan ketentuan yang berlaku, mampu membaca situasi, mampu beradaptasi, berkompetisi, dan bersosialisasi.
Contohnya, untuk perdagangan. Banyak sekali produk kuliner khas Indonesia yang bisa dijual di luar negeri dengan mudah dan bebas, dari situ kita bisa mempromosikan makanan yang tidak ditemukan di luar sana. Katakan saja, jual "rengginang" khas Blora ke Negara Thailand atau ke negara Asia yang lain. Atau "kue apem" khas Kesesi yang bisa dijual di Malaysia, dengan packaging yang menarik serta kualitas yang bagus tentu produk home industri masyarakat Indonesia bisa diterima masyarakat luar. Tentunya hal tersebut bisa menjadi sumber rezeki, sehingga dalam MEA kita akan mampu bersaing dengan produk-produk kuliner dari luar negeri.
Contoh lainnya sebagai warga Pekalongan tentu saya akan mempromosikan produk khas asli Pekalongan yaitu batik, karena sudah menjadi icon Pekalongan yang wajib dikembangkan tidak hanya di dalam negeri melainkan di luar negeri. Saat ini di Pekalongan, sudah ada International Batik Centre yang dibangun jauh sebelum MEA diresmikan. Itu tandanya Pekalongan sudah sangat siap goes International. Yang perlu kita kembangkan lagi adalah kualitas produk batik itu sendiri.
Selain produk, sumber daya manusia (SDM) juga harus terus ditingkatkan kualitasnya. Masyarakat Pekalongan khususnya, harus bisa menjadi SDM yang bermutu, dengan cara memperbaiki pendidikan yang dimiliki. Penguasaan bahasa asing juga harus lebih ditingkatkan, hal itu bertujuan agar ketika berhadapan dengan orang asing, kita dapat bargaining power dan bersaing dengan cara yang elegan. Kualitas cara pandang serta ditunjang dengan komunikasi yang baik tentu akan menjadi modal utama dalam menghadapi persaingan global.
Sebagai salah satu pelaku bisnis, saya siap menghadapi MEA, dengan cara banyak belajar tentang marketing dan menjadi seorang pembisnis yang mempunyai budi pekerti yang baik, hal itu tentu dapat dilakukan dengan cara ikhtiyar dan senantiasa beribadah kepada Sang Kholik, tanpa usaha dan doa kita hanya akan menjadi kapas di antara gemuruhnya angin MEA ini. Menjadi Ibu muda yang kreatif, inovatif, dan berprestasi serta mampu menjawab tantangan kompetisi.
Lalu? Mampukan Negara kita, Indonesia, mampu bersaing dengan Negara lain? Jawabannya ada tergantung pada diri kita. Selama ini ketakutan dan ketegangan yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia, mungkin masyarakat di Negara lain pun demikian. Akan tetapi, mau tidak mau, suka tidak suka, ini harus bisa kita hadapi dengan bijak. Bagaimana caranya?
Salah satu yang bisa kita lakukan adalah berani berkompetisi dari segala macam bidang, baik ekonomi bidang perdagangan maupun bidang jasa yang kesemuanya berkaitan dengan profesi.
Sebenarnya, adakah dampak negatif dari MEA ini? Jawabannya tentu ada. Salah satu yang akan sangat dirasakan adalah banyaknya barang asing yang bisa bebas masuk ke dalam negeri. Lalu bagaimana solusi untuk menangkal masuknya barang asing tersebut? salah satunya yang bisa kita lakukan adalah dengan mencintai produk lokal, bukan hanya mencintai tetapi juga membeli sekaligus selalu menggunakan dan mengutamakan produk Indonesia. Yang kedua kita harus memperbaiki kualitas produk yang kita buat. Bila selama ini ada imej bahwa Indonesia banyak barang KW. Mungkin mulai saat ini kita harus bisa stop barang KW atau bajakan. Masyarakat sudah cukup cerdas kok. Tidak melulu membeli yang murah tetap tidak awet, melainkan bisa memilih yang yang berkualitas dan bisa bertahan lama.
Selain ekonomi yang kaitannya dengan perdagangan seperti yang saya contohkan di atas, ada juga jasa di mana kaitannya dengan profesi seseorang. Misalnya, petani yang didatangkan dari negara tetangga yang secara skill lebih baik dari masyarakat lokal. Dengan kata lain, dampaknya bisa menjadikan petani di Indonesia menjadi pengangguran. Atau supir taxi yang didatangkan dari negara lain, di mana mereka bisa menguasai bahasa asing. Sehingga kemampuan berkomunikasinya melebihi supir lokal yang tidak banyak menguasai bahasa asing.
MEA ini tidak selalu berdampak negatif, bahkan akan hilang dampak negatif itu mana kala masyarakat mampu mengikuti alur dan ketentuan yang berlaku, mampu membaca situasi, mampu beradaptasi, berkompetisi, dan bersosialisasi.
Contohnya, untuk perdagangan. Banyak sekali produk kuliner khas Indonesia yang bisa dijual di luar negeri dengan mudah dan bebas, dari situ kita bisa mempromosikan makanan yang tidak ditemukan di luar sana. Katakan saja, jual "rengginang" khas Blora ke Negara Thailand atau ke negara Asia yang lain. Atau "kue apem" khas Kesesi yang bisa dijual di Malaysia, dengan packaging yang menarik serta kualitas yang bagus tentu produk home industri masyarakat Indonesia bisa diterima masyarakat luar. Tentunya hal tersebut bisa menjadi sumber rezeki, sehingga dalam MEA kita akan mampu bersaing dengan produk-produk kuliner dari luar negeri.
Contoh lainnya sebagai warga Pekalongan tentu saya akan mempromosikan produk khas asli Pekalongan yaitu batik, karena sudah menjadi icon Pekalongan yang wajib dikembangkan tidak hanya di dalam negeri melainkan di luar negeri. Saat ini di Pekalongan, sudah ada International Batik Centre yang dibangun jauh sebelum MEA diresmikan. Itu tandanya Pekalongan sudah sangat siap goes International. Yang perlu kita kembangkan lagi adalah kualitas produk batik itu sendiri.
Selain produk, sumber daya manusia (SDM) juga harus terus ditingkatkan kualitasnya. Masyarakat Pekalongan khususnya, harus bisa menjadi SDM yang bermutu, dengan cara memperbaiki pendidikan yang dimiliki. Penguasaan bahasa asing juga harus lebih ditingkatkan, hal itu bertujuan agar ketika berhadapan dengan orang asing, kita dapat bargaining power dan bersaing dengan cara yang elegan. Kualitas cara pandang serta ditunjang dengan komunikasi yang baik tentu akan menjadi modal utama dalam menghadapi persaingan global.
Sebagai salah satu pelaku bisnis, saya siap menghadapi MEA, dengan cara banyak belajar tentang marketing dan menjadi seorang pembisnis yang mempunyai budi pekerti yang baik, hal itu tentu dapat dilakukan dengan cara ikhtiyar dan senantiasa beribadah kepada Sang Kholik, tanpa usaha dan doa kita hanya akan menjadi kapas di antara gemuruhnya angin MEA ini. Menjadi Ibu muda yang kreatif, inovatif, dan berprestasi serta mampu menjawab tantangan kompetisi.
Post a Comment
Post a Comment