Yups.. tinggal di desa memang fasilitas sedikit terbatas.
Tapi keterbatasan itu sekarang sudah mulai terkikis. Seiring berjalannya waktu,
desa Kesesi kini sudah tidak seperti Kesesi lima tahun silam. Di mana pom
bensin saja tidak ada, dan masyarakat Kesesi harus ke kabupaten dulu di Kajen
untuk mengisi bensin. Meskipun ada, tapi hanya sedikit warung yang menyediakan
bensin eceran yang dijual dengan harga 1000 rupiah lebih mahal dari harga SPBU.
Modern dan kota, mungkin kata itu yang sekarang menggambarkan
desa Kesesi. Dibanding dulu yang sepi, sawah di kanan-kiri. Sekarang sudah
mulai berubah, sudah ada minimarket, SPBU, toko-toko klontong besar, showroom motor, dan warung berbagai
kuliner.
Bicara kuliner. Di Kesesi ada satu café yang baru buka
beberapa hari ini. Amellia café namanya. Terletak di sebelah lapangan futsal. Naah
kan, di Kesesi juga sekarang sudah ada lapangan futsal. Hahaa.. *ya Allah.. saya bersyukur*.. Walaupun
saya belum pernah sekalipun main futsal. Ahihihi..
Back to Amellia Café.
Café ini menyediakan beberapa menu makanan dan minuman yang
tertera di daftar menu. Beberapa diantaranya ada makanan siap saji yang siap dipesan oleh pelanggan. Namun, makanan
yang paling rame dipesan adalah makanan yang tidak ada di daftar menu. Lhoh, kok bisa???
Yups, kali ini saya mau bahas Mie Jago dulu yaa…
pic by imgrum |
Jadi di depan café ini ada gerobak Mie Jago. Di Kesesi, Mie
Jago bekerjasama dengan Amellia Café, pelanggan yang datang bisa memesan Mie
Jago dan dimakan di dalam café meskipun Mie Jago tidak ada di daftar menu.
Tetapi kalau mau memesan minuman, berarti pelanggan memesan minuman yang ada di
daftar menu café tersebut.
Kemaren, mumpung suami di rumah, saya mengajaknya wisata
kuliner. Haha. Yaa walaupun deket dari rumah, tapi suami terlihat senang. Noofa
nggak ikut karena sedang main sama omnya di rumah mbah Buyut. Jadilah kami
pergi berdua. *suit suit*
Kebetulan suami belum pernah
makan mie jago. Jadi, saya ajak ke sana sekalian ngetes seberapa berani
suami makan mie dengan level pedas suka-suka.
Oiya, kenapa dinamakan Mie Jago? Katanya sih, karena yang
jualan itu laki-laki. Emang iya, sih. Di Pekalongan, setiap ada gerobak Mie
Jago, yang jualan semuanya laki-laki. Nggak ada satupun penjual Mie Jago
seorang perempuan. Kebayang kalau yang jualan perempuan, mungkin namanya ganti
Mie Betina. Hehee..
Saya memesan mie jago level 5, karena saya pernah makan mie
jago level 3 dan menurut saya belum terasa pedas. Sedangkan suami tetap saja
mentok di level 2. Hehe.. dia memang nggak begitu suka pedas, lhaa wong makan
pecel saja cabenya Cuma kuat dua tok.
Haha.. ya sudah, nggak apa-apa.
Minumnya, saya memesan es susu putih. Karena susu itu bisa
untuk menetralkan rasa pedas. Biasanya sih gitu, kalau saya makan pedes, minum
susu, pedasnya nggak bakalan lama-lama di lidah. Selain susu, air putih juga
bisa untuk menetralkan rasa pedas, makanya suami memesan air putih dingin.
Hihihi..
Huuuh..haaah.. sedikit saja terasa pedasnya, duuh.., saya
memang suka kuliner pedas. Dan saya sih, yakin.. level 10 mie jago pasti bisa
saya hadapi. Haha.. kapan-kapan, wis.
Satu porsi mie jago mulai dari 12.000 rupiah. Harga bisa naik
bila level pedasnya naik. Hihi..
Porsinya besar, mienya besar dan kenyalnya pas. Toppingnya
ada pangsit, taburan daging ayam, daun bawang, dan dua bakso yang enak banget.
So, tertarik untuk mencobanya?
Post a Comment
Post a Comment