Setiap tanggal 21 April masyarakat Indonesia selalu
memperingati Hari Kartini. Bagi perempuan Indonesia hari tersebut merupakan hari
sakral yang dianggap sebagai lahirnya gerakan emansipasi wanita Indonesia.
Wajar saja jika hari itu diperingati dan dirayakan dengan berbagai kegiatan
yang bertemakan perempuan, karena pejuang perempuan Indonesia yaitu RA Kartini
lahir pada hari itu.
Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa Raden Ajeng Kartini
adalah seseorang dari kalangan priyayi
atau bangsawan Jawa. Dia adalah putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat,
Bupati Jepara.
Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama
M.A. Ngasirah, putri dari Nyai
Haji Siti Aminah dan Kyai
Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari ayahnya, silsilah
Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.
Gambar daribarubelajar |
Dari trah
keturunan jelas sosok Kartini bukanlah orang sembarangan, karena berasal dari
kalangan bangsawan Jawa. Namun bukan hal itu yang menjadikan Kartini istimewa, akan tetapi berkat perjuangannya dalam
mengangkat derajat perempuan Indonesia lah yang menjadikannya sebagai pahlawan.
Tanpa Kartini mungkin nasib perempuan di Indonesia masih
akan tetap menjadi konco wingking
bagi laki-laki. Perempuan hanya bisa masak,
macak, manak (memasak, berhias dan melahirkan) yang kesemuanya itu hanya
bisa dilakukan di dalam rumah demi menyenangkan laki-laki. Dalam pandangan yang
hampir serupa, perempuan dianggap hanya memiliki fungsi di dapur dan kasur
(memasak dan melayani suami). Namun kehadiran Kartini telah merubah tatanan
kehidupan kaum perempuan, dimana saat ini perempuan Indonesia memiliki derajat,
harkat dan martabat yang setara dengan kaum pria.
Pejuang
Pendidikan
Perempuan di zaman Kartini memang berada dalam posisi
yang serba tidak menguntungkan. Alasannya tak lain karena mereka harus memikul beban
dan tanggungjawab dalam urusan rumah tangga serta mendidik anak. Mereka tidak
diberi kebebasan sedikit pun untuk bisa menikmati kehidupan di luar rumah,
karena itu adalah wilayah laki-laki. Sehingga dari budaya seperti itulah
akhirnya perempuan selalu dianggap sebagai makhluk nomor dua di bawah
laki-laki.
Tampaknya Kartini sadar bahwa untuk mengangkat derajat
perempuan saat itu bukanlah pekerjaan mudah, apalagi budaya Jawa saat itu
menempatkan posisi perempuan selalu dibawah supremasi laki-laki. Maka
satu-satunya jalan untuk mengangkat
martabat perempuan adalah lewat pendidikan. Karena hanya dengan pendidikanlah
perempuan akan menjadi pintar dan dapat merubah jalan hidupnya secara mandiri.
Niat luhur itu menemukan jalannya manakala Kartini telah
menjadi istri K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat Bupati Rembang saat
itu. Suaminya yang mengerti keinginan Kartini akhirnya memberi kebebasan dan mendukung
penuh didirikannya sekolah wanita dan tentunya Kartini sebagai gurunya. Tujuan
didirikannya sekolah tersebut tak lain untuk memberikan bekal ilmu dan
pengetahuan kepada kaum perempuan yang saat itu hampir tidak diberikan.
Kemampuan Kartini menjadi seorang guru tentu tidak
diragukan lagi, meskipun saat itu ia hanya lulus sekolah Europese Lagere
School atau setara dengan SD akan tetapi
setelah itu ia belajar secara mandiri dengan cara membaca buku, majalah, maupun
koran yang menjadi langganan keluarganya. Sehingga dari sanalah sesusungguhnya
pengetahuan Kartini berkembang dengan pesat.
Berkat kegigihan Kartini dalam memperjuangkan pendidikan
bagi kaum perempuan Indonesia, akhirnya lahirlah Sekolah Wanita yang didirikan oleh
Yayasan Kartini di Semarang
pada 1912, kemudian di Surabaya,
Yogyakarta,
Malang, Madiun, Cirebon
dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini".
Yayasan Kartini sata itu didirikan oleh keluarga Van Deventer,
seorang tokoh Politik Etis.
Dan mulai saat itulah kaum perempuan secara pelan-pelan diberi kesempatan dalam
mengenyam pendidikan.
Semangat Kartini
Moment peringatan Hari Kartini memang telah usai, yang harus menjadi
catatan dari peringatan tersebut adalah jangan sampai peringatan Hari Kartini
yang dilaksanakan setiap tahunnya hanya sekedar seremonial belaka. Perlu adanya
perubahan paradigma berpikir masyarakat Indonesia, bahwa Hari Kartini tidak
hanya diperingati dengan cara memakai pakaian adat, khususnya kebaya sebagai
wujud menghormati Kartini.
Bukan pula dengan mengadakan berbagai perlombaan yang
bertemakan perempuan, seperti lomba memasak, menari, menjahit, peragaan busana
dan lain sebagainya. Namun lebih dari itu, peringatan Hari Kartini harus
dimaknai dan dihayati secara mendalam sebagai sarana introspeksi generasi
Kartini saat ini.
Melalui Hari Kartini hendaknya kita senantiasa mampu membangkitkan
kembali semangat Kartini tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Diantaranya
adalah semangatnya dalam memperjuangkan kesetaraan dan hak-hak perempuan.
Terutama hak perempuan dalam memperoleh pendidikan agar setara dengan kaum
laki-laki. Ini menjadi penting karena perempuan saat ini juga harus bisa
mandiri tidak tergantung kepada kaum laki-laki.
Semangat Kartini harus senantiasa dimiliki oleh
setiap perempuan Indonesia dalam memperjuangkan emansipasi wanita saat ini. Hal
itu untuk mewujudkan kesetaraan gender agar perempuan memiliki kebebasan dalam berekspresi
dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Namun kebebasan disini tetap dalam
koridor sebagai wanita yang memiliki kodrat dan fungsi sebagai seorang ibu,
istri dan juga pendidik layaknya Raden Ajeng Kartini.
Post a Comment
Post a Comment