Terhitung sejak tahun 2005 lalu
saya mengetahui kalau saya ternyata punya bakat keloid. Waktu saya konsultasi
dokter, keloid bisa terjadi karena faktor genetik atau keturunan. Kemudian saya
cari tahu dengan tanya kepada Ibu, katanya.. keloid yang ada pada diri saya
bisa jadi disebabkan karena faktor keturunan atau genetik. Namun, bakat keloid
ini ternyata tidak diturunkan dari Ibu, maupun dari simbah saya (Ibunya Ibu
saya), melainkan genetik yang dibawa dari simbah buyut saya. Kata Simbah, buyut
saya memang mempunyai bakat keloid, hal tersebut terlihat dari bekas luka buyut
yang menjadi besar seperti daging tumbuh.
Keloid adalah bekas luka yang
timbul di permukaan kulit di mana sebelumnya ada luka. Keloid ini terjadi
karena adanya pertumbuhan jaringan ikat yang berlebihan, kemudian melebar,
menonjol, dan bila disentuh dengan telapak tangan berasa licin. Warnanya
kemerahan cenderung kecoklatan.
Awal mula saya tahu kalau saya
punya bakat keloid adalah setelah saya mengalami kecelakaan pada tahun 2005
lalu. Luka yang ada di lutut kaki kanan saya membesar, menonjol seperti daging
tumbuh. Setiap hari, keloid terasa gatal dan jika digaruk maka akan semakin
membesar. Rasanya sangat tidak nyaman.
Belum juga sembuh keloid di lutut
saya, pada tahun 2006 saya mengalami kecelakaan untuk kedua kali. Jempol kaki
kanan saya kulitnya mengelupas. Akibat luka ini, kembali muncul keloid setelah
luka sembuh. Akhirnya, ada dua tempat keloid dari bekas luka di kaki kanan saya,
yaitu di lutut dan samping jempol kaki.
Tahun 2007, saya konsultasi kepada
dokter bedah. Keloid yang di lutut dan jempol kaki saya dioperasi ringan dengan
bius lokal. Kulit yang menonjol itu diangkat hingga akarnya, namun.. malang tak
dapat ditolak, bekas jahitan operasi saya malah tumbuh menjadi keloid baru,
lucu juga waktu itu, bentuk awal seperti bunga, lama kelamaan menjadi seperti
hewan kelabang. Huufft
Dua kali saya menjalani bedah
keloid, hasilnya sama. Keloid baru muncul terus, malah menjadi tambah besar,
dan rasanya sangat gatal. Bedah yang ketiga malah lebih ekstrim menurut saya,
karena saya menjalani operasi tambal kulit. Jadi, keloid yang di samping jempol
kaki itu diangkat, otomatis kan kulitnya hilang. Nah, kulit yang hilang dan
dagingnya itu ditutup dengan kulit baru, kulit yang untuk menutup itu adalah
kulit paha kanan saya. Namun, lagi-lagi.. dokter belum berhasil, operasi tambal
kulit hanya berhasil sekitar 30%. Sisanya tumbuh keloid baru. Saya capeekk!
Akhirnya pada tahun 2010, saya
konsultasi dengan dokter specialis kulit dan kelamin. Saya cerita kronologi
dari awal kepada beliau. Kemudian beliau menyarankan untuk terapi suntik
keloid, yaitu suntik cortisone. Beliau menambahkan bahwa pada dasarnya keloid
memang tidak cocok untuk dibedah. Karena bila dibedah, otomatis akan menambah
luka baru. Sedangkan keloid akan terus tumbuh apabila terjadi luka.
Sejak saat itu, akhirnya saya
terapi suntik keloid, sebulan sekali selama tiga bulan. Hasilnya cukup baik.
Keloid di lutut dan jempol kaki saya berangsur kempes. Namun, beberapa bulan
kemudian akan muncul lagi dan akan terasa gatel lagi, kata dokter itu wajar,
dan memang metode suntik ini harus dilakukan secara continue.
Terakhir saya suntik keloid adalah
pada bulan Februari 2015 lalu. Itu artinya sudah 6 bulan saya nggak suntik,
pantas saja keloid saya gatal lagi.
Dalam waktu dekat, saya harus suntik keloid ke dokter kulit saya.
Kata dokter, keloid itu tidak
berbahaya. Namun, seseorang yang menderita keloid pasti akan tidak nyaman
manakala “daging tumbuh” itu terasa gatal apalagi bila makin besar. Biasanya
orang yang memiliki bakat keloid menjadikannya tidak pede. Dulu saja, waktu
saya belum terapi suntik, saya kurang pede bila saya pergi menggunakan sandal
japit, karena keloid yang di jempol saya warnanya gelap dan lebar. Saya harus
memakai KAOS KAKI bila pergi-pergi,
kalau tidak yaa saya harus menggunakan sepadu sendal atau sepatu yang memang
bisa menutup bagian jari kaki saya.
Lebih ke estetika dan kenyamanan
sih, kalau misal sebagai penderita keloid pede-pede aja, yaa dia pasti cuek.
Saya sendiri sekarang sudah nggak malu lagi, buktinya saya posting di sini,
hehe.. eh, maksudnya, kalau saya lebih ke nyamannya aja, saya nggak betah kalau
keloid saya gatel, rasanya itu sesuatu banget, digarukin juga nggak
sembuh-sembuh, kayaknya gatalnya itu dari dalam tubuh gitu, dan.. semakin
digaruk semakin membesar. Jadi, saya memang harus rutin terapi supaya keloid
saya kempes terus. Karena kalau kempes, saya tidak merasa gatal lagi.
Post a Comment
Post a Comment