Lebaran memang telah usai, musim
mudik tahun 2015 ini nampaknya juga sudah berakhir. Suasana jalan pantura sudah
kembali lancar tak ada macet-macetan lagi. Jakarta kini sudah kembali dibanjiri
oleh perantau dari berbagai daerah di Indonesia.
Tapi, nggak ada salahnya kan saya
bercerita tentang mudik saya ke Blora menjelang lebaran beberapa waktu yang
lalu?
H-2 lebaran saya bersama keluarga
kecil saya mudik ke Blora menggunakan jasa kereta api. Seperti yang sudah saya
ceritakan di postingan-postingan sebelumnya bahwa setelah menikah saya harus
membagi waktu lebaran saya setiap tahun secara bergantian. Tahun ini kami semua
lebaran di Blora, kebetulan kakak ipar dan keluarga juga jatahnya lebaran di
Blora, rame banget, menyenangkan!
Suasana pedesaan di Blora memang sangat
terasa, ada banyak suara jangkrik saat malam hari. Karena musim kemarau, Blora
sangat gersang tanaman padi yang ditanam di sawah warga mengering dan banyak
yang gagal panen. Saat musim kemarau tiba, biasanya tanah milik warga ditanami
jagung dan sayur-mayur, begitupun ibu mertua saya yang menanam sayur bayam dan
sawi di depan rumah. Dulu, depan rumah yang sekarang menjadi kebun adalah ruang
tamu, lho. Namun, rumahnya (kayu) dijual Ibu, uangnya untuk membayar daftar
haji. Katanya si, jadwal berangkatnya tahun depan, semoga benar begitu, agar
Ibu dan bapak mertua bisa segera beribadah haji ke Baitullah. Amin.
rumah mertua :))) ,, sebelah kiri sawi, kanan cabe |
Musim kemarau di Blora siang
harinya sangat panas, sebaliknya saat malam hari udaranya sangat dingin. Airnya
pun sangat dingin, menyegarkan bila kita mandi di siang hari, tetapi membuat
kita menggigil mana kala kita bertemu air di malam hari. Uuh..
Selain menyenangkan ada yang
membuat aku sebal, yaitu setiap malam hari di Blora banyak sekali jengklong. Padahal ranjang tempat tidur
di setiap kamar di sana sudah ditutup dengan kelambu, namun jengklongnya tetap saja bisa masuk.
Ibarat kata, kita mudik ke Blora untuk bertemu dengan jengklong. hiks Noofa saja
sampai bentol-bentol digigit jengklong. kasiaan...
Oiya, lupa. Jengklong itu bahasa kerennya adalah nyamuk. Jengklong merupakan bahasa orang Purwodadi-Blora. Pertama kali saya
mendengar kata jengklong juga aneh,
pengennya ketawa karena kalau di Kesesi kan namanya “lemut”. Tapi di sana namanya
“jengklong”. hihihi
Jengklong Blora kuat-kuat, lho..
meskipun kami sudah tutup dengan kelambu dan menggunakan obat nyamuk, tapi
mereka tetap aja ada dan nggak mau pergi. Meskipun nggak bisa masuk ke dalam
kelambu, tapi makhluk kecil penghisap darah itu banyak menempel di kain kelambu
kamar. Jadi agak risih.
Kata Bue gini “jengklong ning kene kui nggak mempan
obat”
Bener banget! Tapi setidaknya
dengan kelambu tidur kami aman dari nyamuk. Kami juga memakai baju lengan
panjang dan selimut karena malam
hari di Blora sangat dingin menusuk tulang.
Sebenarnya seneng banget di Blora,
Noofa juga betah. Tetapi kami di sana cuma empat hari. Di hari Sabtu, hari ke-dua
lebaran kami balik ke Semarang dan kemudian estafet ke Kesesi. Liburan lebaran
sudah usai, sekarang sudah saatnya kembali beraktifitas. Semangat!
Post a Comment
Post a Comment