Bismillahirrohmaanirrohiim..
Mengikuti pemberitaan tentang Angelina Sondakh dengan kasus
korupsinya membuat aku iba karena hukuman yang dibebankan dilipatgandakan
sampai hampir tiga kali lipatnya. Yang semula 4,5 tahun kini putusan hakim
menjadi 12 tahun penjara plus denda 500 juta dan penggantian dana yang
jumlahnya puluhan milyar. Peran aktif Angie dalam korupsi dan besarnya jumlah
uang yang dia dapat untuk kepentingan dia pribadi membuat masyarakat
geleng-geleng kepala, bagi mereka hukuman seperti itulah yang pantas untuk dia.
Mendengar cerita korupsi Angie, sebagai manusia yang tak
sempurna dan tak pernah luput dari kesalahan, aku teringat masa sekolah dulu,
tepatnya masa-masa SMA. Setelah aku ingat-ingat ternyata aku pernah melakukan “kecurangan”
yang kaitannya dengan UANG, namun jumlahnya tentu sangat jauh berbeda dengan
kasus Angie. Lantas, apa ini juga dinamakan korupsi? Kalau iya, berarti aku
adalah seorang koruptor dan aku pantas dihukum seperti Angie yang sekarang
mendekam di penjara? Oh.. Tuhan... Ampuni aku!
Oke, walaupun dengan rasa malu yang menusuk hati, namun aku
akan membuat pengakuan yang luar biasa. Pengakuan tentang dosa di masa lalu.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti GiveAway yang diadakan oleh Om Hariyanto
yang bertema Masuk Neraka, Siapa Takut??!??
Waktu kecil aku terbiasa dengan hidup senang, dimanja orang
tua, minta ini dan itu selalu dituruti oleh mereka, setiap hari makan enak, dan
fasilitas yang cukup ‘wahh’ ada di rumah. Contohnya, jaman dulu masih jarang
orang punya Televisi berwarna 21inch dilengkapi dengan parabola dan DVD Player,
aku sudah punya. Dan setiap sore hari rumahku dipenuhi dengan teman-teman
sebayaku untuk menonton TV karena dengan parabola otomatis semua program bisa
muncul tanpa harus memutar-mutar antena manual seperti orang lain.
Selain fasilitas, uang saku sekolahku juga terbiasa lebih
banyak dibanding yang lain. Misal, yang lain hanya 100 rupiah, aku sudah bisa
mendapat uang saku 300 rupiah. Dan aku senang jajan bareng dengan teman-teman,
maksudnya dengan uang sakuku itu, aku bisa berbagi dengan teman-temanku dengan
cara berbagi jajan walaupun hanya sekedar permen atau biskuit Crispy. :D
Namun, yang namanya hidup itu memang seperti roda yang
berputar, kadang dibawah kadang juga diatas. Saat aku SMA bapakku tengah didera
cobaan, usahanya bangkrut. Benar-benar habis-habisan. 2 truk pengangkut pasir
dijual, studio foto tutup, beberapa kebun dijual, tanah kapling dan rumah pun
demikian. Yang tersisa hanya satu rumah yang hingga kini kami terpati.
Sedih, hidup bak diguncang gelombang prahara besar. Aku yang
terbiasa hidup ‘senang’ otomatis shock dengan kondisi yang seperti itu.
Transisi dari kehidupan yang serba enak ke kehidupan yang ala kadarnya belum
bisa aku lalui dengan baik. Mungkin inilah yang namanya kurang bersyukur, dan
aku belum pernah belajar tentang hal itu sebelumnya. Bukan! Bukan karena orang
tuaku tak mengajarkan aku untuk hidup sederhana dan bersyukur, akan tetapi aku
yang memang keterlaluan, kalau minta apa-apa tidak dituruti aku marah bahkan sampe
mengamuk. Tidak mau mengerti keadaan orangtua yang memang sedang berada dititik
terendah. Betapa berdosanya aku!
*********
Kebiasaan punya uang saku banyak, pengen apa-apa langsung
dipenuhi, dan hidup enak tak lagi aku alami saat SMA. Uang sakuku yang masih
aku anggap ‘kurang’ membuat aku mencari cara dengan akal bulusku untuk bisa
mendapatkan uang tambahan. Bukan dari orang lain, tapi dari orangtuaku sendiri.
Setiap pergantian semester, kan selalu ada pembelian buku
modul atau LKS. Karena aku sekolah di Sekolah Islam, maka jumlah mata
pelajarannya lebih banyak dibanding dengan sekolah SMA umum. Sekitar 17 Mata
Pelajaran setiap semesternya. Dari 17 Mata Pelajaran, yang diwajibkan mempunyai
LKS / buku panduan sekitar 15 Mapel. Tapi demi mendapat uang tambahan untuk
jajan, aku selalu bilang minta uang untuk beli LKS sejumlah Mata Pelajaran yang
ada di jadwal.
Bohong Harga LKS
Sebenarnya harga buku LKS Rp3500/buku. Tapi aku laporan sama
bapakku harga perbukunya Rp4000/buku. Aku ambil untung Rp500/buku. Dulu, aku
selalu membuat rincian pengeluaran uang untuk beli buku. Bila aku mendapat 500
rupiah untuk satu buku, bila dikalikan 17 Mapel maka aku bisa dapat uang 8500
rupiah.
Uang 8500 rupiah mungkin sangat kecil untuk jaman sekarang,
bahkan untuk beli makan nasi rames di warteg saja masih kurang. Tetapi beda
dengan 10 tahun silam, uang segitu bisa dibilang banyak. Sebenarnya, aku bohong
bukan hanya tentang harga buku LKS. Akan tetapi aku meminta uang untuk fotocopy
beberapa Mapel. Memang benar ada beberapa materi dari Mata Pelajaran tertentu yang
harus di potocopy. Tapi lagi-lagi aku berbohong, aku bilang ke Bapakku, minta
uang untuk fotocopy materi lain yang tidak ada di LKS dari masing-masing Mapel
sebesar 2000/mapel. Saat itu aku ingat hanya ada 4 materi dari 4 mapel yang di
potocopy. Tinggal hitung saja aku bisa mengantongi berapa rupiah bila dikalikan
17 mapel.
Memanglah aku menyadari, aku sudah berbuat dosa dengan
membohongi, dan mencurangi orangtuaku sendiri. Aku memang curang untuk uang buku, bukan memakai uang buku atau uang SPP untuk
jajan, akan tetapi aku membohongi mereka dengan memberitahukan harga yang bukan
harga buku sebenarnya.
Aku tau, beberapa temanku ada juga yang tega membohongi orang
tuanya dengan menggunakan uang SPP untuk hura-hura. Sampai-sampai berurusan
dengan guru BP di sekolahan, berkali-kali diperingati, namun dia tidak jera.
Kalau aku, nggak pernah berani untuk berbuat seperti itu. Kondisi keuangan
orangtuaku yang saat itu carut marut, tak akan kutambahi beban dengan
perbuatanku yang nakal.
Aku memang mbati (mengambil
untung) dari uang buku itu untuk jajan. Aku melakukannya sekali dalam satu
semester, yaitu diawal-awal semester di mana memang banyak buku yang harus
dibeli.
Introspeksi Diri
Nabi Bersabda: “Siapa saja yang mengambil harta saudaranya (tanpa Ijin) dengan tangan kanannya (kekuasaannya), Ia akan dimasukkan ke dalam neraka, dan diharamkan masuk surga. Seorang sahabat bertanya: Wahai Rosul, bagaimana kalau hanya sedikit saja? Rosulllah menjawab: Walau sekecil kayu siwak.” (HR Muslim, An-Nasai, dan Imam Malik).
Rasa gerah tak tahan dengan kecurangan yang aku lakukan
kepada orangtuaku, aku meminta maaf dan mengakui kesalahanku. Dikala surat
kelulusan Ujian Nasional ada ditanganku, sambil memberitahu tentang
kelulusanku, aku beranikan diri untuk berterus terang.
Aku : “Bu.. Pak... ini surat pengumuman, Pipit LULUS. Bu.. Pak.. Sebenarnya, kalau dulu Pipit bohong, harga LKS bukan 4000, tapi 3500. Pipit mbati 500 buat nambah uang jajan. Lagian Pipit dikasih uang sakunya sedikit. Pipit kan pengen jajan bakso seperti temen-temen yang lain. Pipit kan pengen kaya dulu waktu SD.”
Bapak Ibuku hanya tersenyum, sambil bilang “Ibu tau kok, lha wong Ibu juga guru, jadi Ibu tau berapa harga LKS itu. Ibu nggak marah, karena orangtua itu nyari uang buat anak-anaknya. Cuma mbok ya kamu terus terang aja kalau emang minta uang. Nggak usah gitu caranya. Kamu jadi anak kudu ngerti keadaan orangtua. Ibu bapak itu tidak akan pernah pelit dengan anak, apalagi untuk kebutuhan pendidikan anak. Yang sudah ya sudah. Yang penting mulai sekarang jangan ulangi lagi, kalau harus beli buku, Ibu pasti akan memberi uang. Doakan saja orangtuamu ini supaya bisa sabar menghadapi semua ujiannya. Masalah rezeki jangan kuatir. Allah pasti memudahkannya apalagi kok untuk pendidikan. “Dadi bocah sing neriman” (Jadilah anak yang qona’ah) dan bersyukur. Kamu kan sudah gede, bukan anak SD lagi... “
Aku hanya bisa tertunduk malu, tak terasa airmataku juga
mengalir, maluu.. sangat malu hingga tak kuasa menatap wajah Ibuku yang saat
itu menasihatku. Aku nggak akan mengulangi lagi, Bu.. Janjiku.
Bentuk tanggungjawabku sebagai seorang anak yang berdosa, aku
meminta maaf kepada kedua orangtuaku. Begitu pula sebagai hamba Allah aku juga
memohon ampun kepada-Nya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku, baik yang
disengaja seperti perbuatan curangku maupun yang tak disengaja.
Hidup di dunia hanya sementara, harta pun demikian. Kebahagiaan
seseorang memang tidak bisa diukur dengan berapa jumlah harta yang dimilikinya.
Percuma dia kaya, bila dia penyakitan, hartanya habis untuk pengobatannya.
Percuma dia kaya bila ternyata harta yang didapatkan bukan dengan cara yang
halal. Neraka pula akibatnya. Aku tak ingin seperti Angie yang kini merana
akibat perbuatannya sendiri, dijauhi teman-teman dan orang-orang yang dia
sayangi. Hidup sekali di dunia, kenikmatan sekejap, menderita bertahun-tahun.
Na’udzubillah!
Post a Comment
Post a Comment