Budaya tawuran seakan sudah melekat
dalam keseharian masyarakat Indonesia, baik itu tawuran yang melibatkan antar
kelompok, kampung, mahasiswa maupun pelajar. Meskipun semua orang tahu bahwa
tawuran dapat mengakibatkan kerugian, baik hilangnya nyawa maupun harta benda
akan tetapi kebiasaan tersebut susah untuk dihilangkan. Bahkan baru-baru ini
tawuran yang melibatkan pelajar di ibukota DKI Jakarta antara pelajar SMA 6 dan
pelajar dari SMA 70 Jakarta pada hari senin 24 September 2012 menelan 1 korban jiwa yaitu Alawy Yusianto Putra (15) pelajar SMA Negeri 6. (sumber Kompas.com 24 September
2012).
Berselang dua hari dari kejadian
tawuran antar pelajar SMA 6 dan SMA 70 Jakarta, kejadian serupa juga terjadi
antara pelajar antara siswa SMK Yayasan Karya (Yake) 66 dan Kartika Zeni
(KZ). Tawuran ini menyebabkan siswa Yake Deny Yanuar tewas (sumber, Kompas.com
26/9/2012). Dua kejadian tawuran tersebut jelas membuat siapa saja miris dan
prihatin. Kejadian itu tentu juga akan membuat setiap orang tua yang memiliki
anak usia remaja (SMP-SMA) menjadi semakin cemas dan khawatir.
Tawuran,
terutama yang melibatkan para pelajar saat ini memang sudah memasuki pada tahap
sangat akut. Mereka (pelajar) saat ini sudah tidak memiliki rasa malu untuk
terlibat dalam perkelahian antar sesama pelajar, meskipun status mereka masih
pelajar. Bahkan yang paling memprihatinkan para siswa tersebut tawuran dengan
masih memakai seragam almamater dari sekolah masing-masing. Hal itu tentu bukan
hanya membawa stigma negatif bagi pelajar pelaku tawuran, tetapi juga akan
mencoreng nama baik sekolah dan teman-teman satu almamaternya.
Maraknya aksi
tawuran dikalangan pelajar paling tidak dipengaruhi dan disebabkan oleh
beberapa faktor utama.
- Dari diri sendiri, masa remaja (SMP-SMA) adalah masa dimana seseorang mencari jati diri. Dimasa ini juga seseorang terutama remaja masih daam posisi yang labil, mereka seringkali ingin diperhatikan, dikenal, dipuji, dan untuk mendapatkan hal itu semua mereka seringkali menempuh jalan yang terkadang keliru. Pada masa ini pula seorang remaja mudah untuk dipengaruhi, diprovokasi, mudah emosi, mudah marah dan suka melakukan hal-hal yang berlawanan dengan arus umum salah satunya adalah tawuran. Meskipun tidak semua pelajar seperti itu, akan tetapi kasus tawuran antar pelajar biasanya juga melibatkan pelajar yang sebenarnya tidak suka perkelahian. Akan tetapi atas nama membela kawan, demi menjaga nama baik almamater (sekolah) atau alasan lain mereka akhirnya terlibat tawuran.
- Gagalnya pendidikan dalam keluarga. Boleh dibilang
faktor keluarga sangat dominan dalam membentuk mental, akhlak serta kepribadian
seorang remaja. Jika dalam keluarga seorang anak tidak mendapatkan bimbingan
secara maksimal dari orang tua, besar kemungkinan dia akan menjadi anak yang
susah untuk diatur, anak yang suka melawan, atau bahkan menjadi seseorang anak yang
suka berbuat sesuai kemauan sendiri. Harus diakui anak dari keluarga yang orang
tuanya hanya sibuk bekerja dan kanak hanya dicukupi kebutuhan materi saja tanpa
pernah mendapatkan perhatian baik itu dalam hal pendidikan, bimbingan agama,
penamanam budi pekerti maka akan menjadi anak liar. Sebaliknya anak yang sering
mendapatkan arahan dalam pendidikan, bimbingan agama serta ditanamkan
budipekerti sejak dini tentu akan tumbuh menjadi anak yang soleh dan solehah
serta tidak neko-neko.
- Gagalnya
pendidikan di sekolah. Faktor yang tak kalah pentingnya dalam membentuk
kehidupan seseorang adalah sekolah. Banyak kalangan menilai bahwa sekolah
adalah tempat untuk menentukan masa depan seseorang. Bukan hanya dalam masalah
kecerdasan dalam ilmu pengetahuan, akan tetapi pembentukan kepribadian,
penanaman karakter, mental serta akhlak seseorang bisa didapatkan di sekolah.
Terkait dengan masalah tawuran yang seringkali melibatkan siswa-siswa dari
berbagai sekolah terutama di kota-kota besar, menunjukkan bahwa sekolah yang
bersangkutan telah gagal menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan.
Salah satu kesalahan terbesar sekolah saat ini adalah, hanya fokus dalam mengajarkan
mata pelajaran yang berkaitan Ujian Nasional (UN). Sementara mata pelajaran
yang berkaitan dengan pembentukan karakter seperti mata pelajaran Agama, PKn,
Olah raga, BK, hanya mendapatkan porsi yang sangat minim. Sehingga sangat wajar
saat ini banyak sekali pelajar yang pintar akan tetapi memiliki akhlak yang
buruk.
- Pengaruh teknologi infomasi. Zaman modern memang membawa pengaruh positif bagi kemajuan salah satunya adalah perkembangan teknologi informasi yang semakin maju. Akan tetapi kesalahan dalam memanfaatkan teknologi tersebut berdampak buruk bagi perkembangan perilaku seseorang apalagi pelajar yang mudah terpengaruh akan hal baru. Mudahnya mengakses informasi tentang kekerasan baik lewat media massa maupun media elektronik seperti TV, dan internet seperti aksi tawuran, perkelahian, terorisme, serta maraknya playstation yang menyediakan game aksi kekerasan juga menjadi salah satu pemicu maraknya tawuran yang terjadi di masyarakat, terutama dikalangan pelajar.
Kurang bijak rasanya jika harus melihat aksi
tawuran yang selama ini terjadi dari sudut pandang faktor penyebabnya. Solusi
sebagai upaya pencegahan dan penanggulangannya juga harus diberikan. Dalam
kasus kekerasan tawuran khususnya yang melibatkan kelompok antar pelajar
sekolah, yang harus dilakukan guna mencegah dan menanggulangi diantaranya
adalah:
- Mendalami ajaran agama. Setiap agama tentu tidak mengajarkan kekerasan, namun sebaliknya setiap agama tentu mengajarkan kasih-sayang, persatuan, persaudaraan, saling tolong menolong, bekerja sama, dan berbagai nilai kebaikan yang lain. Kurangnya pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak saat sekarang menjadikan mereka kering spiritual, akibatnya mereka kurang memiliki keimanan yang kuat sehingga mudah terjerumus dalam perbuatan yang dilarang agama salah satunya adalah perkelahian. Oleh sebab itulah cara yang pertama yang harus dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi tawuran adalah dengan kembali mendalami ajaran agama masing-masing. Jika setiap orang mau mengikuti ajaran agama tentu tawuran tidak akan terjadi, karena hal tersebut merupakan salah sau larangan agama.
- Memaksimalkan pendidikan dalam keluarga. Orang tua sudah seharusnya menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Keluarga harus menjadikan tempat yang nyaman bagi remaja untuk mencurahkan berbagai permasalahannya. Masa remaja merupakan masa transisi untuk mencari jati diri, sehingga peran orang tua dalam membimbing dan mengarahkan putra-putrinya agar memiliki karakter, akhlak serta moral yang baik sangatlah penting. Untuk mwujudkan hal tersebut, maka diperlukan komunikasi yang baik antara orangtua dan remaja teresebut.
- Menjadikan sekolah sebagai tempat belajar
sekaligus sebagai tempat untuk menyalurkan bakat, minat serta potensi yang
dimiliki oleh remaja. Kurangnya kesempatan serta waktu yang diberikan sekolah
kepada para pelajar dalam menyalurkan dan mengekspresikan bakat, minat serta
potensi yang dimiliki sering dilampiaskan dalam bentuk kegiatan lain diluar
sekolah yang cenderung negatif salah satunya adalah melakukan tawuran. Alangkah
baiknya jika saat ini setiap sekolah menyediakan fasilitas baik itu fasilitas
kesenian, olah raga, maupun keterampilan yang bisa digunakan siswa untuk
menyalurkan bakatnya. Selain itu program ekstrakurikuler baik itu Pramuka, Palang
Merah Remaja (PMR), Karya Iilmiah Remaja (KIR), dan lain sebagainya harus lebih
digalakkan.
Tak kalah pentingnya lagi, porsi mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan mental, karakter, akhlak dan kepribadian siswa harus diajarkan dengan porsi yang lebih banyak lagi. Khusus untuk pendidikan karakter tidak cukup dengan memasukkan nilai-nilai karakter dalam setiap mata pelajaran, karena kenyataannya dilapangan menunjukkan bahwa semua itu tidak bisa direalisasikan. Harus diberikan mata pelajaran khusus pembentukan karakter. Selain itu juga setiap guru harus bisa menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. - Memberikan
sanksi yang mendidik bagi pelaku tawuran. Seringkali bagi para pelaku tawuran yang
melibatkan pelajar sering mendapatkan sanksi berupa pemecatan dari sekolah. Hal
tersebut terkadang bukanlah solusi tepat, karena malah bisa menimbulkan dendam
dari dalam diri pelaku tawuran. Alangkah baiknya jika pelaku tawuran dibina dan
diberi bimbingan supaya tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu pelaku bisa
diberi sanksi yang mendidik semisal diminta membuat karya ilmiah, atau membuat
karya seni. Hal tersebut tentu lebih baik dan bisa menimbulkan kesadaran dari
dalam diri pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan mereka.
- Membangun lebih banyak fasilitas umum seperti tempat rekreasi, tempat olah raga, tempat bermain. Sedikitnya fasilitas umum yang dibangun khusunya bagi remaja terutama di kota-kota besar menjadikan remaja kesulitan untuk menyalurkan hobi yang dimilikinya. Oleh sebab itulah, untuk meminimalisir aksi tawuran dikalngan remaja ada baiknya setiap pemerintah daerah dapat menyediakan fasilitas umum yang bisa digunakan remaja untuk menyalurkan ekspresinnya.
Kelima hal diatas merupakan cara-cara
yang bisa dipraktekkan untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya tawuran.
Pada prinsipnya semua usaha harus dilakukan guna mencegah terjadi tawuran di masyarakat
Indoensia terutama dikalangan remaja
sekolah. Karena bagaimanapun juga aksi kekerasan bukanlah budaya bangsa kita,
sebaliknya Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan masyarakat yang ramah,
sopan santun dan jauh dari anarkisme. Oleh sebab itulah sebutan tersebut harus
benar-benar kita buktikan dengan mencegah segala aksi kekerasan yang terjadi di
Negara tercinta ini.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu:
Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran.
Post a Comment
Post a Comment