Perasaan sedih,
kesal sekaligus prihatin jelas akan muncul ketika setiap hari kita disuguhi
berita baik itu dari Televisi maupun surat kabar yang mengulas seputar tawuran
yang terjadi dikalangan pelajar dan mahasiswa. Dalam hal ini kita seakan
diperlihatkan betapa negeri ini dipenuhi oleh generasi muda yang anarkis. Yang lebih
memprihatinkan lagi tentu saja pelaku tawuran tersebut berasal dari generasi
muda yang terdidik.
Maraknya kasus
tawuran yang terjadi dikalangan pelajar dan mahasiswa akhir-akhir ini memang sudah
masuk dalam kategori sangat akut, apalagi sampai menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Sebagaimana kita ketahui bersama tawuran antar pelajar yang terjadi di Jakarta pada
akhir September lalu telah merenggut dua nyawa. Sedangkan perkelahian antarmahasiswa
yang terjadi di Makassar pada awal Oktober bulan ini juga menewaskan dua
mahasiswa dan melukai puluhan lainnya.
Salah satu akar
penyebab maraknya aksi tawuran dikalangan pelajar dan mahasiswa disebabkan
karena kesalahan sistem pendidikan yang berjalan di negeri ini. Sekolah/universitas
selama ini hanya dijadikan sebagai tempat untuk mengajarkan berbagai disiplin
ilmu bukan dijadikan sebagai wahana untuk mendidik karakter dan budi pekerti para
siswa/mahasiswa. Sekalipun ada, porsi yang diberikan untuk mendidik
siswa/mahasiswa dalam pembentukan karakter masih sangat minim sekali. Oleh
sebab itulah produk yang dihasilkan adalah para siswa/mahasiswa yang kering
akan nilai-nilai karakter dan budi pekerti.
Hal itu semakin
diperparah dengan minimnya keteladanan yang diberikan oleh para guru/dosen
sebagai seorang pendidik. Selama ini guru/dosen kebanyakan memposisikan diri
sebagai pengajar bukan pendidik. Sehingga apabila mereka selesai memberikan
materi di depan kelas, mereka merasa bahwa tanggungjawabnya telah terpenuhi.
Padahal sejatinya tugas guru/dosen bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga
sebagai orang tua yang berkewajiban menjadi teladan yang baik dengan cara membimbing
dan mengarahkan anak didiknya untuk berperilaku yang baik dan benar.
Salah satu bentuk
bimbingan dan arahan yang bisa dilakukan oleh guru/dosen maupun oleh pihak
sekolah/universitas untuk mengatasi tawuran antar pelajar/mahasiswa adalah
dengan cara mendorong seluruh peserta didik (siswa/mahasiswa) untuk mengikuti
kegiatan yang ada di sekolah/kampus. Baik itu kegiatan yang sifatnya intra
maupun ekstrakurikuler. Karena jika para siswa/mahasiswa telah disibukkan
dengan kegiatan tersebut makan aksi tawuran tentu tidak akan terjadi. Jelas
siswa/mahasiswa tidak akan sempat berpikir melakukan aksi kekerasan jika setiap
hari disibukkan dengan kegiatan belajar dan berorganisasi. Oleh sebab itulah pelajar/mahasiswa
harus diberi ruang dan kesempatan untuk mengekspresikan segala potensi yang ada
dalam diri mereka.
Selain itu, pihak
sekolah/universitas juga harus berkomitmen menanamkan sikap disiplin kepada
para siswa/mahasiswa dalam menjalankan peraturan yang ada. Tawuran atau perekelahian tentu saja merupakan salah satu
hal yang dilarang, oleh sebab itulah apabila ada siswa/mahasiswa yang melanggar
aturan tersebut maka harus diberi sanksi. Sanksi bisa berupa teguran,
peringatan, maupun pemecatan. Semua sanksi harus diberikan sesuai dengan
tingkat kesalahan yang dilakukan oleh siswa/mahasiswa sebagai wujud mendidik
dan membentuk karakter mereka.
Post a Comment
Post a Comment