

Tidak salah jika kemudian Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Ir Sudjarwadi MEng PhD menolak untuk menjadikan nilai UN sebagai syarat penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Alasannya adalah bahwa nilai UN dan nilai tes masuk PTN sangat berbeda. Nilai UN digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa selama tiga tahun, sedangkan nilai tes masuk PTN dilakukan untuk menjaring mahasiswa baru sesuai dengan bidang, potensi serta bakat yang dimilikinya.
Bisa dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Rektor UGM tersebut sangatlah logis, mengingat PTN melakukan tes masuk bagi mahasiswa baru adalah sebagai langkah awal untuk mencari bibit-bibit mahasiswa yang benar-benar memiliki kualitas terbaik.
Bila persyaratan masuk PTN hanya mengacu pada hasil nilai UN maka hal tersebut kurang relevan, karena nilai UN belum tentu mencerminkan kualitas dan prestasi siswa.
Banyak kasus terjadi siswa yang pandai tidak lulus UN, sedangkan yang memiliki kemampuan biasa malah lulus. Itu artinya, nilai UN belum menjadi jaminan bahwa lulusan SMA memiliki kualitas yang diinginkan oleh sebuah PTN.
Hal itu ditambah lagi dengan pelaksanaan UN yang masih sering diwarnai dengan berbagai kecurangan, sehingga hasil penilaiannya pun masih diragukan keasliannya. Dari berbagai persoalan itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan pihak Kemendiknas untuk mengkaji kembali kebijakan tersebut.
Jika Kementerian Pendidikan tetap bersikeras dengan kebijakan bahwa nilai akhir ujian nasional dapat dijadikan sebagai salah satu syarat masuk PTN, maka terlebih dahulu harus memperbaiki mekanisme pelaksanaan UN. Hal tersebut dilakukan agar nilai akhir UN benar-benar merepresentasikan kondisi dan kemampuan siswa sesungguhnya. Bukan merupakan hasil kerja sama pihak sekolah, agar siswanya bisa lulus dengan nilai akhir yang bagus.
Post a Comment
Post a Comment