header cah kesesi ayu tea

SAYA KANGEN KEHIDUPAN DI PESANTREN!



Bismillah,

Btw, kangen nggak sama saya? Hihi.. *pedene cah* Hmm, kalau nggak ada yang kangen sama saya nggak apa-apa,kok. Tapi saya selalu kangenin kamu, loh. *uhuk*

Ini pagi-pagi kok udah ngomongin kangen, thow? Iya, ini karena mbak Rizka Alyna dan Mbak Alley Hardhiani, nih. Mereka berdua pengen tahu tentang sesuatu yang paling saya kangenin.

Jadi apa dong yang paling kamu kangenin, Noorma? Well, di postingan ini saya akan mengutarakan isi hati saya *halah bahasane* kepada teman-teman semua tentang perasaan kangen yang sangat membuncah saat ini.

Beberapa hari lalu, di grup WA Gandjel Rel membahas tentang ‘pesantren’. Awalnya sih ngobrol tentang hal lain, eh tiba-tiba ngobrolin masalah pesantren, biasa lah ya namanya ibuk-ibuk gitu tadinya bahas apaaa.. belum juga lima menit eh topik ganti dengan sendirinya, nyambung terus pokokmen!

SAYA KANGEN KEHIDUPAN DI PESANTREN!

Iyups! Jadi yang saya kangenin saat ini adalah masa di mana saya dulu mondok di PESANTREN. Hidup jauh dari kedua orang tua sudah saya mulai sejak lulus SD. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Saya anak yang manja, bahkan saat mau nyantri saja Ibu sempat belum percaya kalau saya bisa melakukan apa-apa sendiri. Contohnya mencuci baju sendiri, karena selama di rumah (SD) saya nggak pernah nyuci sama sekali. Boro-boro nyuci, wong makan aja masih disuapin Ibu. Hahaha

Hidup di pesantren pertama kali emang terasa sulit sekali. Apalagi jika anaknya seperti saya yang belum punya pengalaman apa-apa sendiri. Waktu pertama kali ke pondok, Ibu stay di sana selama 3 hari untuk mengajari saya cara mencuci baju dan memastikan saya bisa nyuci baju sendiri dan bersih. Ibu juga memastikan selama tiga hari di sana saya bisa belajar apa-apa sendiri. Supaya ketika saya benar-benar tanpa ke dua orang tua saya, Ibu tenang dan tak khawatir lagi. Setelah 3 hari, Ibu pulang dan saya ditinggal. Ibu sudah percaya saya bisa melakukan hal-hal ‘domestik’ sendiri. Nggak lagi mbok-mboken Insya Allah.

Belajar. Prosesnya memang tidak singkat. Waktu saya ada masalah, saya belajar menyelesaikan masalah yang saya hadapi sendiri, tak jarang juga sih saya dibantu oleh teman baru saya yang sama-sama berstatus santri di pondok.

Mulus kah kehidupan di sana? ENGGAK! Satu minggu di pondok saya nangis. Setiap hari nangis. Enggak betah! Kalau temen-temen yang sama-sama nggak betah malah berani kabur dari pondok. Tapi saya nggak berani, saya cuma bisa nangis dan merengek minta tolong Bu Nyai mengantar saya pulang ke rumah. Hehe.. kalau ingat itu rasanya malu.

Satu minggu di sana rasanya kaya setahun, lamaaaaaaaaaa banget! Bu Nyai baru mau mengantar saya pulang setelah saya di Pondok 2 minggu. Habis itu mogok seminggu, terus baru mau berangkat ke pondok lagi. Memang kalau inget saat pertama ke pondok bikin saya malu, tapi akhirnya bisa cerita dan ngerti bagaimana harus menyikapi hal itu yang menurut banyak orang itu adalah hal wajar, namanya juga belum punya pengalaman berpisah terus tiba-tiba berpisah kan butuh waktu.

Cerita itu hanya sementara, cengengnya hanya sebentar. Karena sebulan di pondok saya sudah mulai betah dan sudah menikmati mempunyai teman baru. Kegiatan selama di pondok juga sudah berjalan seperti yang seharusnya berjalan. Kegiatan sejak pagi sampai pagi lagi saya nikmati, Alhamdulillah!

Saya kangen kehidupan di pondok. Bener-bener kangen! Kedislipinan yang saya jalani di sana bikin saya berkembang dan terbiasa menghargai waktu. Karena kalau nggak digunakan dengan baik, maka saya akan tertinggal.

Alwaqtu ka-as-syaifi in lam taqtho’hu qotho’aka!

Waktu seperti pedang, bila tidak digunakan dengan baik maka ia akan memenggalmu sendiri. Di pondok segala sesuatunya sudah diatur. Jadi harus bisa menggunakannya dengan baik. Yang sudah berusaha dislipin saja terkadang masih bisa tertinggal, apalagi yang leha-leha.

Di pondok itu sudah diatur semuanya. Kapan kita bangun, kapan sholat, kapan makan, kapan ngaji, kapan belajar, kapan sekolah. Semuanya sudah tertata rapi. Di pondok juga identik dengan ‘jaros’ atau bell. Ahh, jadi kangen banget setiap jam 7 denger jaros berbunyi, jam 12, jam 2 siang, jam 4 sore, sampai jam 10 malam pun tetap ada bunyi jaros.

Meskipun pengalaman di pondok hanya 3 tahun. Tapi setidaknya saya punya kenangan yang kini bisa diceritakan bahkan sangat teramat dirindukan. Oiya yang pengen mondok, silakan. Pilihan tepat kalau mau mondok di pesantren. Karena melatih menjadi pribadi yang mandiri dan dislipin. Namun sebenarnya tinggal pribadi masing-masing sih, hehe. Ada yang dislipin berangkat dari lingkungan keluarga sendiri walaupun nggak mondok.
Noorma Fitriana M. Zain
Noorma Fitriana M. Zain, seorang Ibu Rumah Tangga dengan dua anak perempuan yang cantik, hobby menulis dan berselancar di dunia maya, Ia berasal dari Kesesi - Pekalongan, dan kini domisili di Semarang. Lulusan Pascasarjana Unnes ini bercita-cita ingin menjadi Abdi Pendidikan yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Amin

Related Posts

Post a Comment