header cah kesesi ayu tea

Antara Baik dan Buruk


Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan di dunia ini, sebisa mungkin kita dapat bermanfaat untuk orang lain. Sekalipun di dalam kehidupan ini kita tidak jarang menemukan orang yang mempunyai sifat kurang baik. Begitu juga aku adalah seseorang yang tak sempurna, oleh sebab itulah dalam ketidaksempurnaan itulah aku ingin menjadi orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain, baik untuk keluarga, teman di dunia nyata maupun teman seperjuangan di dunia maya.

Lika-liku perjalanan dalam hidup ini membuat aku semakin tahu bagaimana rasanya asam serta manisnya hidup. Berbagai ujian yang datang baik yang bersifat pahit maupun ujian manis merupakan bagian dari hidup manusia. Hal inilah yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini selalu berpasang-pasangan, ada langit ada bumi, ada hitam ada putih, ada hidup ada mati, ada sakit ada sembuh, ada wanita ada pria, ada baik ada buruk, dan seterusnya. Begitu juga dalam diri manusia, tak terkecuali dalam diriku terdapat sifat baik dan sifat buruk. Meskipun terkadang dalam hati ini ingin menghilangkan sifat yang buruk, akan tetapi  sebagai manusia hal tersebut tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena sifat dasar manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Aku dilahirkan dikeluarga yang menjunjung tinggi pendidikan. Memang sejak dulu bapakku punya cita-cita ingin menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang perkuliahan, karena bapakku tidak ingin anak-anaknya seperti bapak yang sempat berhenti bersekolah karena terbentur biaya, hingga bapak harus berusaha sendiri mencari biaya untuk dapat melanjutkan sekolah ke PGA (setara dengan SMA saat ini). Bapak selalu berpesan, “jadilah orang yang kaya ilmu, dan janganlah khawatir menjadi orang yang miskin harta”. Itulah mengapa bapak berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membiayai anak-anaknya sekolah sampai menjadi sarjana. 

Namun, yang namanya hidup pasti ada ujian, begitu juga dalam urusan pendidikan dalam keluargaku. Ujian yang nyata dari dulu hingga kini adalah adanya sifat iri dan hasud dari saudara ipar bapak, lebih tepatnya budheku, kakak kandung ibuku. Menurut cerita ibu, memang sejak kecil budhe selalu merasa iri kepada ibu, hal itu berawal saat budhe yang di usia masih kecil, tepatnya kelas 5 SD disuruh berhenti sekolah dan disuruh menikah oleh simbah, sedangkan ibuku justru dibiayai sekolah hingga bisa tamat PGA. Karena faktor itulah hingga saat ini budheku tambah merasa iri saat melihat kesuksesan keluargaku yang kesemuanya bisa mengenyam pendidikan hingga tingkat tinggi. 

Sebagai contoh, ketika bapak berencana mengambil kuliah S2, budheku bilang kepadaku “Fit, bilang ma bapakmu, nggak usah kuliah S2 wong udah tua kok, mending uang yang buat biaya S2 itu buat kamu usaha apa gitu, masak ya bapak lebih mentingin diri sendiri daripada kebutuhan anaknya”. Dari situ, walaupun tidak secara langsung terucap kepada bapak, akan tetapi intinya budhe nggak suka kalau ada dari keluargaku yang melanjutkan pendidikan hingga sampai S2.

Contoh lain lagi, ketika budheku tahu saat aku ingin melanjutkan S2, budhe langsung bilang ke aku seperti ini, “Fit, katanya kamu mau S2 ya? Lah wong udah nikah kok ya sekolah S2, mending uangnya buat usaha kamu, minta aja uang ke bapak untuk modal bikin rumah sama suamimu, perempuan itu nggak usah sekolah tinggi-tinggi, wong nantinya juga cuma di dapur, sumur, dan kasur kok”. Ucapan tersebut jelas memiliki makna larangan supaya aku tidak melanjutkan kuliahku. Aku paham betul kenapa budheku bilang seperti itu, karena semata-mata budhe memang kurang suka saat melihat keluargaku sukses dalam hal pendidikan. Mungkin jika aku ada di posisi budhe, dan melihat orang lain bisa bersekolah tinggi tentu juga akan merasa iri, apalagi anak budhe satu-satunya hanya kuliah sampai D3 saja. 

Yah, dari situlah aku bisa memetik pelajaran, bahwa niat baik tidak selamanya diterima dengan baik. Ketika menuntut ilmu itu adalah hal yang sangat baik dan sangat dianjurkan oleh Allah untuk meningkatkan derajat, namun ujian datang menerpa dan datangnya ujian itu dari keluarga sendiri, orang yang sangat dekat denganku.
Noorma Fitriana M. Zain
Noorma Fitriana M. Zain, seorang Ibu Rumah Tangga dengan dua anak perempuan yang cantik, hobby menulis dan berselancar di dunia maya, Ia berasal dari Kesesi - Pekalongan, dan kini domisili di Semarang. Lulusan Pascasarjana Unnes ini bercita-cita ingin menjadi Abdi Pendidikan yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Amin

Related Posts

Post a Comment