header cah kesesi ayu tea

Eksak....

“Dueerrr……!! Nglamun ajah kamu, Fit.. tuh liatin ember udah penuh. Jadi mandi nggak???” cerocos Una temen se-kostku.
Inggih bu, sendiko dawuh,” ucapku datar menetralkan kekagetanku.

***
Pagi ini kampus masih sepi. Maklum anak-anak yang masuk jam-jam pertama lebih demen nelat daripada tepat. Apalagi ini awal masuk kuliah.
Seperti biasa aku cari tempat paling strategis karena posisi menentukan prestasi. Pojok barisan ketiga tempat favoritku. Di sana aku bisa mengontrol makhluk seisi ruangan.
Dosen matakuliah filsafat sudah hadir. Satu, dua, tiga anak mulai bermunculan. Kebosanan mulai menjalani detik-detik akhir perkuliahan.
“Saya kira cukup sekian, dan kita lanjutkan pada pertemuan yang akan datang.” Ucap pak Su’ud Handoko mengakhiri perkuliahan.
“Acara inti, Pak!” celethuk cowok di belakangku. Kontan saja seisi ruangan persis kandang ayam.
“Setuju!!!” ucap Una nyeplos.
“Baik, saya ubsen dulu,” ujar Pak Su’ud. Tak lama kemudian sederetan nama terpanggil satu persatu.
“Eksak Andi Winarso!” pekik pak Su’ud.
“Deg!” spontan ku tatap sosok manusia yang mengacungkan jari pertanda hadir.
“Eksak……” gumamku.
Tak terasa anak-anak sudah bubar, dan aku sama sekali tak mendengar salam penutup diucapkan.
“Heh!!! Fit….. pulang nggak? Bengong ajah!” teriaknya setengah menggerutu.
“Eh,…. Iyaa pulang” jawabku kaget.


***
Hari telah terlewati dengan ala kadarnya dan apa adanya. Paling banter ngerjain seabrek makalah yang harus segera diselesaikan.
“Fitri, yaa?” ujar seorang cowok membuyarkanku.
“Kemaren nggak masuk, ya?” kita dapet tugas. Kebetulan satu kelompok dan temanya terserah kita. Nich aku sudah dapet refrensinya, sekalian mumpung di perpustakaan, kita kerjain ajah bareng, OK?” tawar dia.
Aku cuman bengong ngeliat cowok yang menurutku agak angkuh itu.
“Anda siapa?” tanyaku polos.
“Oh itu nggak penting, yang pasti kita selesaikan dulu makalahnya, baru kita bahas yang lain.” Ucapnya kemudian.
Entah mengapa aku hanya nurut ajah. Kucoba menekuni lembar demi lembar buku dihadapanku.
“Gimana, udah selese?” ucap cowok itu di sela keramaian perpustakaan kampusku.
 Aku hanya menggelengkan kepala dan kembali hanyut dalam kalimat-kalimat yang sukar ku mengerti.
“OK, kita langsung buat konsepnya ajah, ….bla…bla…bla…” jelas cowok itu mencoba mengurai imajinasinya.
Aku Cuma bengong ajah dan setelah kuperhatikan, yaa Allah…., Dia…???
“Kamu Eksak, yaa? Eksak Andi Winarso!!” sela ku di saat ia tengah asyik bicara tentang tema makalah yang kami kerjakan.
Ia pun tak kalah kagetnya denganku.
“Lho, kok tau??” ucapnya menyelidik.
“Ah, enggak.. aku cuma nebak ajah,” jawabku bohong.
Tak terasa percakapan mengalir begitu saja dan tak tahu awalnya gimana, tiba-tiba aku ngerasa bahwa aku seolah telah mengenalnya dua atau tiga tahun.

***
Liburan semester tiba dan seperti layaknya paket yang lain, kami pun tak mau kalah ‘tuk ngisi liburan kali ini.
“Fitri!” sapaan keras gelak tawa temen-temen yang hampir membuat kebiasaan latahku keluar.
“Tumben diem, gabung yuuukk ama yang lain. Lagian ngapain kamu menyendiri di sini, kesambet setan baru tau rasa kamu, Fit….” Ucap Wury sewot. Maklum ajah karena makhluk yang satu ini paling percaya ma yang namanya mistis-mistis gitu.
“Enggak, pingin diem ajah, kok!” ucapku datar.
“Wury, tau nggak, aku baru mikirin andai kita jadi air, seneng yaah???!” lanjutku.
“kok jadi mikir ke situ, kenapa? Lagi banyak problem yaa?” selidik Wury.
“”yaah, begitulah!” gumamku lirih.
“Oh, gituu, cerita ajah, mungkin dengan begitu akan sedikit terkurangi beban kamu,” tawar Wury.
“Gini, kamu tau dia,?” tunjukku pada sosok "mata elang" di seberang sungai bawah air terjun.
“Ohh,, Eksak maksudmu?” ucap Wury pelan.
“Yaa, dia ngingetin aku pada seseorang yang pernah ngisi hari-hari ku. Namanya lengkapnya, wajahnya, cara ia bicara. Tapi kamu pasti tau dia punya penyakit akut seperti yang diderita oleh Andi masa laluku.” Ujarku mulai bercerita.
“Trus sekarang dimana Andi kamu itu?” ucapnya penasaran.
“Ah, terlalu pahit untuk dikenang,” gumamku hampir tak bersuara. Tiba-tiba ada sesuatu yang membebani dadaku. Nafasku berat dan butiran Kristal mulai berjatuhan dari kelopak mataku.
“Sorry Fit, kalo aku membuka luka lama kamu,” suara Wury mulai merendah.
“Dia udah pergi jauh di alam lain, Wur, dan aku nggak bakal menjangkaunya lagi. Tumor ganas itu telah merenggutnya dariku.” Tangisku tak tertahan lagi.
“Sudahlah, Fit, kalo itu memang yang terbaik buat dia, ikhlaskan saja, bukan tangis kamu yang dia harapkan, tapi do’a kamu,” ucap Wury sambil menepuk-nepuk pundakku.
“Haii!! Ayoo cepet naik, udah sore, nanti kalian terlambat!” teriak Una di seberang.
“Baik, kami nyusul!” teriak Wury tak kalah kerasnya.

***
Liburan telah usai, semester pun berganti, kami tak lagi satu paket karena harus mengambil mata kuliah pilihan. Berbarengan dengan banyaknya kegiatan ekstra dan intra akhirnya kami jarang ketemu and just say hello.
Mata kuliah pilihan yang membotakkan kepala, jenuh, bosan…. Tak ada lagi canda Una atau  Wury dengan rutinitasnya yang selalu ngerjain Stumon yang sering tidur di kelas atau ngerjain dosen killer, atau ngerjain orang-orang playboy sampe kebat-kebit.
Tak ada lagi sosok angkuh “mata elang” yang kubenci, tak ada lagi…………..

“Fitri, met ultah yaa… aku tahu kamu sangat membenciku, bahkan lebih dari itu. Tapi sedikitpun aku aku nggak sakit hati sama kamu, aku sayang kamu.”
“ka… kamu….”
“yaa, aku! Terimalah…”
“Kau… kau…”
Belum selese aku bicara, ia sudah ngeloyor pergi.
“Haii!!!” teriakku.
Ia tak memperdulikanku lagi. Kupandangi dia sampai hilang di antara lalu lalang mahasiswa yang ada di depanku.
“Heyy!!” hayooo… dari siapa, tuh??!” goda Wury yang tiba-tiba di belakangku.
“Eh, kamu… kapan kesini? Kaya hantu ajah.”
“Hei, dari siapa, cakep amat. Oh yaa, met ultah yaa sayang,” ucap Wury manja.
“He-eh, sini dech..” ku tarik lengan Wury beringsut ke tempat duduk.
“Apaan, sich..?” tanya Wury sambil bersungut.
“Ini dari Eksak, coba lihat, cakep kan?” pamerku.
“Apa? Dari dia?” kata Wury setengah teriak.
“Yang bener ajah, Fit.. kamu yakin dari dia?”
“He-eh,” ucapku pasti.
“Kamu belum tau dia, Fit,” ucapnya lirih.
“Apa maksudmu?” Selidikku.
“Sudahlah, entar juga kamu tau sendiri,” tepisnya.
“Kuliah dulu ya, Fit!.. bye…”
Aku bengong ngliat sikap Wury tak seperti bisanya.

***
Dear Noorma Fitriana…
Kau tersenyum seolah tak pernah sedih
Kau tertawa seakan tak terluka
Kau salah seakan tak berdosa
Kau menyiksa batinku
Dosa terbesar yang takkan pernah ku maafkan
Bahwa kau slalu mengganggu ketenanganku
Dan selalu mengusik tidur malamku
Kukira kau bukan batu tapi es
Yang akan mencair oleh panas mentari
Kukira kau embun dipagi hari
Yang suci, murni, fitri…
Met ultah yang ke 24
Aku sayang kamu
*Eksak*
“Deg!” ku tutup kertas. Seakan aliran darahku berhenti dan semua indra tak berfungsi.
Belum habis kekagetanku lalu,
“Braaaakkkkkk!!!”
“Siapa?!” teriakku.
“Tolong!!!!” suara dari luar terdengar.
Aku langsung berlari keluar, dan….
“Wury!!!” pekikku.

***
“Gimana keadaannya, Dok?” ucapku cemas.
“Nggak apa-apa, hanya luka gores, tapi sepertinya dia lagi mengalami kegoncangan jiwa.”
“makasih, Dok.” Ucapku kemudian.
Ku langkahkan kaki menuju kamar dimana Wury dirawat.
“Wury, gimana? Udah sehat?” sapaku menghibur.
“Agak baikan, Fit,” katanya datar.
“Ohyaa, aku bawain buah kesukaan kamu. Aku kupasin, yah?” tawarku.
“Enggak ah, entar ajah,” tolaknya.
“Ya udah, aku pulang dulu, ya? Entar sore aku balik lagi.”
“Eh,, tunggu, Fit!” sambil menarik tanganku.
“Ehmm… ada apa?” ku balikkan tubuhku.
“Ada yang ingin ku bicarakan denganmu.”
“Baiklah, aku duduk dulu ya?”
“Fit, kamu tau kalo Eksak punya penyakit akut yang sangat tipis harapannya untuk sembuh?”
“O, ya?”
“Ya… bahkan ia tak mau sembuh. Ia bangga dengan sakit yang dideritanya.”
“Sakit apa dia, Wur?”
“PLAY BOY!” ucapnya tegas.
“Dia selalu mempermainkan perasaan wanita. Banyak sudah korban yang berjatuhan karenanya. Dan… dan aku nggak mau kamu pun masuk perangkapnya.”
“Deg!” Spontan kepalaku pening dan dunia seakan berputar kencang.
“Oh, Begitu.” Ucapku coba bertahan.

***
“Makasih, tetapi kuharap ini yang terakhir kamu lakukan.” Jawabku ketus.
“Fitri !! Fitri !!” teriaknya.
Tak kuhiraukan lagi panggilannya, aku terus berlari  dan berlari.
Jam-jam perkuliahan terasa sangat membosankan.
Setelah kejadian itu tak lagi kelihatan sosok Eksak yang kubenci dan yang melukai sahabatku.
“Menyebalkan” gumamku.

“Fitri, lihat Wury, nggak? Ujar Una sambil ngos-ngosan.
“Eh… kamu kenapa kaya di uber setan gitu” kataku klatas.
“Eh.. it… itu…. Eksak kecelakaan”
“Apa!!!!!” ucapku kaget.
“Dimana..?? dimana ia sekarang?”
“Di RS Muhammadiyah Kendal!”
Tanpa pikir panjang langsung kularikan Vega ZR ku kesana.

***
Sampai di sana aku lihat Wury sudah berada di tempat tidur dimana Eksak dirawat, tanpa pikir panjang kubalikkan tubuhku dan beranjak pergi.
“Fitri…!!!” teriak suara dari dalam kamar
Serentak kuhentikan langkahku
“Fitri, masuklah!” ujar suara dari dalam.
Lalu kubalikkan badan kearah suara, betapa kagetnya ketika kulihat Eksak berdiri tegak didampingi kedua sahabat kesayanganku.
Aku berlari mendekati mereka, kutatap Eksak lekat-lekat.
“Kamu tidak apa-apa?” ucapku kemudian
“Seperti yang kamu lihat,” ucapnya tanpa dosa.
“Apa-apaan ini?...! kenapa kalian berbohong! Dan kamu Wury, apa artinya semua ini? Kalian memang jahat!!!,” tunjukku marah.
“Fitri…!.”
“Sudahlah, aku tak butuh penjelasan kalian!!!”
“Fitri, jangan marah pada mereka, akulah yang salah,” ucap Eksak kemudian.
“Wury yang menyadarkanku di kala aku tak punya harapan hidup karenamu. Di saat itulah aku baru merasakan bagaimana rasanya dibenci oleh orang yang kita cintai. Mungkin seperti itulah sakitnya hati para cewek yang aku sakiti. Kamu ngerti kan, Fit?”

Aku nggak nyangka begitu besar pengorbanan sahabat aku selama ini. Aku nggak nyangka Eksak kembali mengisi hari-hariku. Aku nggak nyangka kalo dia bisa sembuh, aku nggak nyangka kalo………”
“byuuurrrr….” Sekonyong-konyong air nyasar di kepala aku.
“Met Ultah yaa Eksak…” teriak temen-temenku.
“Haa.. jadi ini rencana kalian, ya?”
“Yaa, hari ini khan Eksak ulang tahun, jadi temen-temen diundang.” Terang Una.
“Selamat yaaachh…!!”
kamipun bergembira bersama-sama dan merayakan ulang tahun Eksak yang ke-26 tahun.


"Cerita ini diikutsertain dalam 'Giveaway Buku Bekas Gue' karna 'eksak' lagi ulang tahun."


keep blogging and happy blogging...
Noorma Fitriana M. Zain
Noorma Fitriana M. Zain, seorang Ibu Rumah Tangga dengan dua anak perempuan yang cantik, hobby menulis dan berselancar di dunia maya, Ia berasal dari Kesesi - Pekalongan, dan kini domisili di Semarang. Lulusan Pascasarjana Unnes ini bercita-cita ingin menjadi Abdi Pendidikan yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Amin

Related Posts

Post a Comment