header cah kesesi ayu tea

“MASIH BUTUH WAKTU”

Surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemdikbud) yang menjadikan publikasi karya ilmiah sebagai salah satu prasyarat kelulusan mahasiswa (S-1, S-2, S-3) terus menuai pro dan kontra. Meskipun demikian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan, kewajiban publikasi ilmiah mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 di jurnal ilmiah tetap akan dijalankan. 

Surat Edaran Dirjen Dikti

Sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 152/E/T/2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah dijelaskan bahwa syarat kelulusan mahasiswa S-1 setelah Agustus 2012 adalah publikasi karya ilmiahnya di jurnal ilmiah. Adapun S-2 publikasinya pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi, sedangkan S-3 pada jurnal ilmiah internasional, baik yang tercetak maupun online.
Berdasarkan data Indonesian Scientific Journal Database terdapat sekitar 13.047 buah jurnal di Indonesia yang berkategori ilmiah yang masih aktif, sangat tertinggal jauh dari  Malaysia yang sudah 55.211 dan Thailand 58.931. Dari jumlah jurnal Indonesia tersebut hingga tahun 2010 hanya ada sekitar 121 jurnal yang telah terakreditasi Ditjen DIKTI, karya ilmiah yang dihasilkannya pun kurang lebih sepertujuh dari karya ilmiah perguruan tinggi di Malaysia.  
Oleh sebab itulah kewajiban publikasi karya ilmiah memang harus dipaksakan di kampus. Hal ini untuk mendorong tumbuhnya budaya menulis ilmiah, pengembangan keilmuan, serta untuk meminimalisasi praktek plagiarisme. Ketiga hal tersebut saat ini memang masih menjadi persoalan yang serius bagi perguruan tinggi. Jika tidak segera dicarikan solusi, maka kualitas perguruan tinggi patut untuk dipertanyakan.
Meskipun kebijakan Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, akan tetapi kebijakan tersebut belum saatnya diberlakukan dalam waktu dekat. Sebaiknya pemerintah terlebih terlebih dahulu menyiapkan dengan baik sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjaga kualitas dan kredibilitas sebuah karya ilmiah buatan mahasiswa sebelum dipublikasikan secara luas. Dan hal itu membutuhkan waktu, proses, sarana, dan prasarana yang memadai.
Adanya berbagai penolakan dari beberapa perguruan tinggi negeri dan sebagian besar perguruan tinggi swasta sangatlah wajar. Mengingat kebijakan yang dibuat Dirjen Dikti Kemdikbud terkesan sangat mendadak dan terlalu dipaksakan. Begitu juga segala bentuk petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis juga belum jelas. Belum lagi ditambah dengan sarana dan prasarana pendukung di masing-masing perguruan tinggi berbeda-beda.
Alangkah bijaknya jika pemberlakukan kebijakan tersebut dikaji ulang, mengingat kemampuan sumber daya manusia di masing-masing kampus belum sepenuhnya merata dan siap. Apalagi di perguruan tinggi swasta yang sarana dan prasarana yang dimiliki rata-rata sangat minim. Sehingga pemberlakuan kebijakan publikasi karya ilmiah mahasiswa sebagai syarat kelulusan sebaiknya ditunda sampai semua perangkat penunjangnya siap.
Terlepas dari kontroversi kebijakan tersebut, kita harus tetap mendukung karena tujuannya sangat bagus, yaitu untuk meningkatkan jumlah publikasi karya ilmiah civitas akademika Indonesia. Oleh sebab itulah, mulai sekarang perguruan tinggi baik negeri maupun swasta harus memikirkan bagaimana meningkatkan sarana dan prasarana penunjang dalam membuat karya ilmiah dan cara untuk mempublikasikannya sesuai standard ilmiah. 
Noorma Fitriana M. Zain
Noorma Fitriana M. Zain, seorang Ibu Rumah Tangga dengan dua anak perempuan yang cantik, hobby menulis dan berselancar di dunia maya, Ia berasal dari Kesesi - Pekalongan, dan kini domisili di Semarang. Lulusan Pascasarjana Unnes ini bercita-cita ingin menjadi Abdi Pendidikan yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Amin

Related Posts

Post a Comment